Selasa, 15 Disember 2009

Kematian di sekitar kita adalah Peringatan

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Penulis: Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed

Makna Kehidupan
Banyak manusia yang tidak memahami arti kehidupan. Mereka hanya berlomba-lomba untuk mendapatkan kesenangan-kesenangan hidup duniawi. Slogan-slogan mereka adalah memuaskan hawa nafsunya, “Yang Penting Puas”. Prinsip dan misi mereka adalah bagaimana mereka dapat menikmati kehidupan, seakan-akan mereka tumbuh dari biji-bijian, kemudian menguning dan mati tanpa ada kebangkitan, perhitungan dan hisab.
Milik siapakah mereka? Apakah mereka tercipta begitu saja? Ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri?
أَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْئٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُوْنَ؟]الطور: 35[
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu ataukah mereka yang menciptakan? (ath-Thuur: 35)

Allah menciptakan kita, memberikan kepada kita kehidupan adalah untuk suatu tujuan dan tidak sia-sia:
أَيَحْسَبُ اْلإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى.]القيامة: 36[
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan sia-sia? (al-Qiyamah: 36)
Berkata Imam Syafi’i (ketika menafsirkan ayat ini): “Makna sia-sia adalah tanpa ada perintah, tanpa ada larangan.” (Tafsirul Quranul Karim, Ibnu Katsir, jilid 4, cet. Maktabah Darus Salam, 1413 H hal. 478)
Jadi manusia hidup tidak sia-sia, mereka memiliki aturan, hukum-hukum, syariat, perintah dan larangan, tidak bebas begitu saja apa yang dia suka dia lakukan, apa yang dia tidak suka dia tinggalkan.

Hidup dan Mati Adalah Ujian
Setiap yang hidup pasti akan merasakan kematian. Allah Y menjadikan kehidupan dan kematian sebagai ujian. Siapa di antara manusia yang terbaik amalannya?
الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلَُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً. ]الملك: 1[
(Dialah) yang menjadikan mati dan hidup, agar Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (al-Mulk: 2)
Fudhail bin Iyadh berkata: “Amalan yang paling baik adalah yang paling ikhlas dan yang paling sesuai dengan sunnah”. (Iqadhul Himam al-muntaqa min Jami’il Ulum wal Hikam, Syaikh Salim ‘Ied al-Hilali, hal. 35)
Kita hidup di dunia adalah untuk diuji, siapa yang paling ikhlas amalannya hanya murni untuk Allah semata dan siapa yang paling sesuai dengan sunnah rasulullah r.
Oleh karena itu kita perlu memperhatikan apa makna kehidupan dan apa makna kematian?

Saudaraku-saudaraku kaum muslimin, sesungguhnya Allah menciptakan kita adalah untuk satu tugas yang mulia yaitu beribadah hanya kepada-Nya. Allah turunkan kitab-kitabnya, Allah mengutus rasul-rasul –Nya adalah untuk misi ini.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنَ.]الذاريات: 56[
Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (adz-Dzariyat: 56)
Sehingga hidup kita ini tidaklah sia-sia, melainkan kehidupan sementara yang sarat akan makna dan kelak akan ditanya tentang apa yang kita perbuat di dunia ini.

Kehidupan di dunia hanya sementara
Ingatlah, kehidupan ini hanya sebentar. Pada saatnya nanti kita akan memasuki alam kubur (alam barzakh) sampai datangnya hari kebangkitan. Lalu kita akan dikumpulkan di padang mahsyar, setelah itu kita menghadapi hari perhitungan (hisab). Dan kita akan menerima keputusan dari Allah, apakah kita akan bahagia dalam surga ataukah akan sengsara dalam neraka.

Kehidupan setelah mati ini merupakan kehidupan panjang yang tidak terhingga. Kehidupan ini disebutkan dalam al-Qur’an dengan istilah خالدين فيها (kekal di dalamnya) atau dengan أبدا (selama-lamanya) atau dengan istilah لا ينقطع (tidak akan terputus).

Sehari dalam kehidupan akhirat adalah lima puluh ribu tahun kehidupan di dunia. Maka kita bisa lihat betapa pendeknya kehidupan manusia yang tidak ada sepersekian puluh ribu dari hari kehidupan akhirat. Berapa umur manusia yang terpanjang dan berapa yang sudah kita jalani? Itu pun kalau kita anggap umur yang terpanjang, sedangkan ajal kita tidak tahu, mungkin esok atau lusa.

Oleh karena itu seorang yang berakal sehat akan lebih mementingkan kehidupan yang panjang ini. Seorang yang cerdas akan menjadikan kehidupan dunia sebagai kesempatan untuk meraih kebahagiaan hidup di akhirat yang abadi.
وَابْتَغِ فِيْمَآ ءَاتَاكَ اللهُ الدَّارَ اْلأَخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا... ]القصص: 77[
Dan carilah dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi…. (al-Qashash: 77)

Namun kebanyakan manusia lalai dari peringatan Allah di atas. Mereka lebih mementingkan kenikmatan dunia yang hanya sesaat dan lupa terhadap kehidupan akhirat yang kekal.
بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَاْلأَخرَاةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى. ]الأعلى: 16-17[
Tetapi kalian memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (al-A’laa: 16-17)
Allah hanya meminta kepada kita dalam kehidupan yang pendek ini untuk beribadah kepada-Nya semata dengan cara yang diajarkan oleh Rasul-Nya. Hanya itu. Kemudian Allah akan berikan kepada kita kebaikan yang besar di kehidupan yang panjang yaitu kehidupan akhirat

Kematian adalah pasti
Alangkah bodohnya kalau kita lebih mementingkan kesenangan sesaat dengan melupakan kehidupan abadi di akhirat nanti. Alangkah bodohnya manusia yang membuang kesempatan kehidupannya di dunia hingga kematian menjemputnya. Padahal Allah selalu memperingatkan dalam berbagai ayat-Nya bahwa kematian pasti akan datang dan tak tentu waktunya. Jika ia datang tidak akan bisa dimajukan dan dimundurkan. Allah U berfirman:
لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُوْنَ. ]الأعراف: 34[
Tiap-tiap umat memiliki ajal (batas waktu); maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak akan dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya. (al-A’raaf: 34)
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أَجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زَحْزَحَ عَنِ النَّارِ وَأَُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُوْرِ. ]ال عمران: 185[
Tiap-tiap yang mempunyai jiwa akan merasakan kematian. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala kalian. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Ali Imran: 185)
Untuk itu Allah dan rasul-Nya memberikan wasiat kepada kita agar jangan sampai mati kecuali dalam keadaan muslim (berserah diri).
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. ]ال عمران: 102[
Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kalian mati melainkan kalian mati dalam keadaan Islam. (Ali Imran: 102)
Dengan demikian berarti kita harus selalu meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kita, sehingga ketika datang kematian kita dalam keadaan Islam.
Ibnu Katsir berkata: “Beribadah kepada Allah adalah dengan taat menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Inilah agama Islam karena makna Islam adalah pasrah dan menyerah diri kepada Allah... yang tentunya mengandung setinggi-tingginya keterikatan, perendahan diri dan ketundukan”. (lihat Fathul Majid, Abdur Rahman bin Hasan Alu Syaih hal 14) Yakni kita diperintahkan untuk pasrah dan menyerah kepada Allah. Diri kita dan seluruh anggota badan kita adalah milik Allah, maka serahkanlah kepada-Nya.
“Ya Allah kami hamba-Mu, milik-Mu, Engkau yang menciptakan kami dan memberikan segala kebutuhan kami. Kami menyerahkan diri kami kepada-Mu, kami pasrah dan menyerah untuk diatur, dihukumi, diperintah dan dilarang. Kami taat, tunduk, patuh karena kami adalah milikmu.”

Inilah makna Islam sebagaimana terkandung secara makna dalam sayyidul istighfar:
أََللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا سْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْلِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
Ya Allah Engkau adalah Rabb-ku, tidak ada ilah (yang patut disembah) kecuali Engkau, Engkau yang menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku di atas janjiku kepada-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan apa yang aku perbuat. Aku mengakui untuk-Mu dengan kenikmatan-Mu atasku. Dan aku mengakui dosa-dosaku terhadap-Mu, maka ampunilah aku. Karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. (HR. Bukhari, juz 7/150)

Tidaklah seseorang meminta ampun kepada Allah dengan doa ini kecuali akan diampuni.
Dengan ikrar dan pernyataan kita tersebut, kita sadar bahwa semua anggota badan kita adalah milik Allah. Untuk itu harus digunakan sesuai dengan kehendak pemiliknya. Kita harus menggunakan tangan kita sesuai dengan kehendak Allah. Kita harus menggunakan kaki kita untuk berjalan di jalan yang diridhai Allah. Mata, lisan dan telinga kita harus dipakai pada apa yang dibolehkan oleh Allah karena pada hakekatnya semua itu milik Allah.

Siapakah yang lebih jahat dari orang yang menggunakan sesuatu milik Allah untuk menentang Allah?
Sungguh semua itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah dan akan ditanyakan langsung pada anggota badan tersebut. Mereka (anggota badan tersebut) akan menjawab dengan jujur di hadapan Allah untuk apa mereka digunakan.
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ كَلٌّ أُولَئِكَ كَانَ مَسْئُوْلاً. ]الإسراء: 36[
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya. (al-Isra’: 36)

Kematian sebagai peringatan
Ayat-ayat dalam alQur'an yang menceritakan tentang kematian terlalu banyak. Dan tidak ada seorang pun yang mengingkari akan terjadinya kematian ini. Namun mengapa kebanyakan mereka tidak menjadikan kematian sebagai peringatan agar bersiap-siap menuju kehidupan abadi dengan kebahagiaan di dalam surga. Sesungguhnya manusia yang paling bodoh adalah manusia yang tidak dapat menjadikan kematian sebagai peringatan. Dikatakan dalam sebuah nasehat:
مَنْ أَرَادَ وَلِيًّا فاللهُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ قُدْوَةً فَالرَّسُوْلُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ هُدًى فَالْقُرْآنُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ أَرَادَ مَوْعِظَةً فَالْمَوْتُ يَكْفِيْهِ
وَمَنْ لاَ يَكْفِيْهِ ذَلِكَ فَالنَّارُ يَكْفِيْهِ
Barangsiapa yang menginginkan pelindung, maka Allah cukup baginya.
Barangsiapa yang menginginkan teladan, maka Rasulullah cukup baginya.
Barangsiapa yang menginginkan pedoman hidup, maka al-Qur’an cukup baginya.
Barangsiapa yang menginginkan peringatan maka kematian cukup baginya.
Dan barangsiapa tidak cukup dengan semua itu, maka neraka cukup baginya.
Saat ini wahai kaum muslimi, kita masih mempunyai peluang dan kesempatan, maka sekarang juga kita harus memanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk taat kepada rabb kita. Waktu ini bagaikan pedang, jika kita tidak mengisinya maka ia akan menikam kita. Sebagaimana dikatakan oleh para salaf:
اَلْوَقْتُ كَالسَّيْفِ إِنْ لَمْ تُقَطِّعْهُ قَطَّعْكَ.
Waktu itu bagaikan pedang, jika engkau tidak memutusnya (mengisinya) maka dia yang akan memutusmu (menghilangkan kesempatanmu).
Jika ia tidak cepat dimanfaatkan dia akan membunuh kesempatan kita.
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌُ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: اَلصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ. (رواه البخاري)
Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia lalai daripadanya: nikmat kesehatan dan nikmat kesempatan. (HR. Bukhari)
Kesempatan adalah suatu kenikmatan besar yang Allah berikan kepada manusia. Namun sayang, kebanyakan manusia lalai daripadanya dan tidak menggunakan kenikmatan tersebut untuk taat kepada Allah, hingga kesempatan itu hilang dengan datangnya kematian.

Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia lalai daripadanya: nikmat kesehatan dan nikmat kesempatan. (HR. Bukhari)

Kesempatan adalah suatu kenikmatan besar yang Allah berikan kepada manusia. Namun sayang, kebanyakan manusia lalai daripadanya dan tidak menggunakan kenikmatan tersebut untuk taat kepada Allah, hingga kesempatan itu hilang dengan datangnya kematian.

(Dikutip dari bulletin Manhaj Salaf, Edisi: 55/Th. II, tgl 21 Shafar 1426 H/01 April 2005 M , judul asli Kematian Sebagai Peringatan, penulis asli Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed)

Jumaat, 11 Disember 2009

Mengingat Mati

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Penulis: Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah

Hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Akan datang masanya kita berpisah dengan dunia berikut isinya. Perpisahan itu terjadi saat kematian menjemput, tanpa ada seorang pun yang dapat menghindar darinya. Karena Ar-Rahman telah berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ

“Di mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa`: 78)

Kematian akan menyapa siapa pun, baik ia seorang yang shalih atau durhaka, seorang yang turun ke medan perang ataupun duduk diam di rumahnya, seorang yang menginginkan negeri akhirat yang kekal ataupun ingin dunia yang fana, seorang yang bersemangat meraih kebaikan ataupun yang lalai dan malas-malasan. Semuanya akan menemui kematian bila telah sampai ajalnya, karena memang:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

“Seluruh yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” (Ar-Rahman: 26)

Mengingat mati akan melembutkan hati dan menghancurkan ketamakan terhadap dunia. Karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan hasungan untuk banyak mengingatnya. Beliau bersabda dalam hadits yang disampaikan lewat shahabatnya yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ

“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata tentang hadits ini, “Hasan shahih.”)

Dalam hadits di atas ada beberapa faedah:

- Disunnahkannya setiap muslim yang sehat ataupun yang sedang sakit untuk mengingat mati dengan hati dan lisannya, serta memperbanyak mengingatnya hingga seakan-akan kematian di depan matanya. Karena dengannya akan menghalangi dan menghentikan seseorang dari berbuat maksiat serta dapat mendorong untuk beramal ketaatan.

- Mengingat mati di kala dalam kesempitan akan melapangkan hati seorang hamba. Sebaliknya, ketika dalam kesenangan hidup, ia tidak akan lupa diri dan mabuk kepayang. Dengan begitu ia selalu dalam keadaan bersiap untuk “pergi.” (Bahjatun Nazhirin, 1/634)

Ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah ucapan yang singkat dan ringkas, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (kematian).” Namun padanya terkumpul peringatan dan sangat mengena sebagai nasihat, karena orang yang benar-benar mengingat mati akan merasa tiada berartinya kelezatan dunia yang sedang dihadapinya, sehingga menghalanginya untuk berangan-angan meraih dunia di masa mendatang. Sebaliknya, ia akan bersikap zuhud terhadap dunia. Namun bagi jiwa-jiwa yang keruh dan hati-hati yang lalai, perlu mendapatkan nasihat panjang lebar dan kata-kata yang panjang, walaupun sebenarnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ

“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).”

disertai firman Allah k:

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati,” sudah mencukupi bagi orang yang mendengar dan melihat.

Alangkah bagusnya ucapan orang yang berkata:

اذْكُرِ الْمَوْتَ تَجِدُ رَاحَةً، فِي إِذْكَارِ الْمَوْتِ تَقْصِيْرُ اْلأَمَلِ

“Ingatlah mati niscaya kau kan peroleh kelegaan, dengan mengingat mati akan pendeklah angan-angan.”

Adalah Yazid Ar-Raqasyi rahimahullahu berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka engkau wahai Yazid! Siapa gerangan yang akan menunaikan shalat untukmu setelah kematianmu? Siapakah yang mempuasakanmu setelah mati? Siapakah yang akan memintakan keridhaan Rabbmu untukmu setelah engkau mati?”

Kemudian ia berkata, “Wahai sekalian manusia, tidakkah kalian menangis dan meratapi diri-diri kalian dalam hidup kalian yang masih tersisa? Duhai orang yang kematian mencarinya, yang kuburan akan menjadi rumahnya, yang tanah akan menjadi permadaninya dan yang ulat-ulat akan menjadi temannya… dalam keadaan ia menanti dibangkitkan pada hari kengerian yang besar. Bagaimanakah keadaan orang ini?” Kemudian Yazid menangis hingga jatuh pingsan. (At-Tadzkirah, hal. 8-9)

Sungguh, hanya orang-orang cerdas cendikialah yang banyak mengingat mati dan menyiapkan bekal untuk mati. Shahabat yang mulia, putra dari shahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’

‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:

أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ أَكْيَاسٌ

“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara: bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan giat/semangat dalam beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati ia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan perasaan cukup dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah, wahai orang yang tertipu, yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak akan merasa sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya. Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan menuntaskan angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan membayangkan datangnya hari kematianmu dan perpindahanmu dari tempat hidupmu yang sekarang?” (At-Tadzkirah, hal. 9)

Bayangkanlah saat-saat sakaratul maut mendatangimu. Ayah yang penuh cinta berdiri di sisimu. Ibu yang penuh kasih juga hadir. Demikian pula anak-anakmu yang besar maupun yang kecil. Semua ada di sekitarmu. Mereka memandangimu dengan pandangan kasih sayang dan penuh kasihan. Air mata mereka tak henti mengalir membasahi wajah-wajah mereka. Hati mereka pun berselimut duka. Mereka semua berharap dan berangan-angan, andai engkau bisa tetap tinggal bersama mereka. Namun alangkah jauh dan mustahil ada seorang makhluk yang dapat menambah umurmu atau mengembalikan ruhmu. Sesungguhnya Dzat yang memberi kehidupan kepadamu, Dia jugalah yang mencabut kehidupan tersebut. Milik-Nya lah apa yang Dia ambil dan apa yang Dia berikan. Dan segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ajal yang telah ditentukan.

Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata, “Tidaklah hati seorang hamba sering mengingat mati melainkan dunia terasa kecil dan tiada berarti baginya. Dan semua yang ada di atas dunia ini hina baginya.”

Adalah ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu bila mengingat mati ia gemetar seperti gemetarnya seekor burung. Ia mengumpulkan para ulama, maka mereka saling mengingatkan akan kematian, hari kiamat dan akhirat. Kemudian mereka menangis hingga seakan-akan di hadapan mereka ada jenazah. (At-Tadzkirah, hal. 9)

Tentunya tangis mereka diikuti oleh amal shalih setelahnya, berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersegera kepada kebaikan. Beda halnya dengan keadaan kebanyakan manusia pada hari ini. Mereka yakin adanya surga tapi tidak mau beramal untuk meraihnya. Mereka juga yakin adanya neraka tapi mereka tidak takut. Mereka tahu bahwa mereka akan mati, tapi mereka tidak mempersiapkan bekal. Ibarat ungkapan penyair:

Aku tahu aku kan mati namun aku tak takut

Hatiku keras bak sebongkah batu

Aku mencari dunia seakan-akan hidupku kekal

Seakan lupa kematian mengintai di belakang

Padahal, ketika kematian telah datang, tak ada seorangpun yang dapat mengelak dan menundanya.

فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ

“Maka apabila telah tiba ajal mereka (waktu yang telah ditentukan), tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mereka dapat mendahulukannya.” (An-Nahl: 61)

وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang ajal/waktunya.” (Al-Munafiqun: 11)

Wahai betapa meruginya seseorang yang berjalan menuju alam keabadian tanpa membawa bekal. Janganlah engkau, wahai jiwa, termasuk yang tak beruntung tersebut. Perhatikanlah peringatan Rabbmu:

وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدْ


“Dan hendaklah setiap jiwa memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan lihatlah amal shalih apa yang telah kalian tabung untuk diri kalian sebagai bekal di hari kebangkitan dan hari diperhadapkannya kalian kepada Rabb kalian.” (Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, hal. 1388)

Janganlah engkau menjadi orang yang menyesal kala kematian telah datang karena tiada berbekal, lalu engkau berharap penangguhan.

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلاَ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, ‘Wahai Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat hingga aku mendapat kesempatan untuk bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?’.” (Al-Munafiqun: 10)

Karenanya, berbekallah! Persiapkan amal shalih dan jauhi kedurhakaan kepada-Nya! Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Sumber: http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=608

Isnin, 12 Oktober 2009

Surat cinta untuk saudariku

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dari: ika vivi
Tanggal: Jumat, 19 September, 2008, 9:29 AM

Pilihan itu memang tidak datang pada kita ketika kita menginginkannya. Karena Allah mengetahui bagaimana dan siapa yang dipilihNYA untuk memainkan peran itu. Kitalah actor atau aktris yang memainkan itu semua sesuai dengan skenarioNYA.

Ketika kita minta pada Allah sekuntum bunga yang segar, Allah memberikan kita sebuah kaktus berduri. Ketika kita meminta pada ALLAH kupu-kupu yang indah. ALLAH malah memberikan kita ulat yang berbulu. Itulah scenario ALLAH. Kadang kita tidak mengerti apa yang akan terjadi di balik semua peristiwa yang ada di sekitar kita. Tapi yakinlah. Allah pasti mempunyai rencana lain di balik semua ini.

Taukah kamu duhai ukhty…kaktus yang berduri itu kini telah menjadi kaktus yang tahan terhadap panas, tahan terhadap kekeringan. Dan tatkala waktu telah tiba, Allah memberikan bunga yang indah. Tumbuh di kaktus itu. Ulat yang Allah berikan tadi…tiba-tiba hilang. Berganti menjadi sebuah kepompong. Dan akhirnya kupu-kupu yang indah yang kita dambakanpun telah Allah berikan. Itulah scenario Allah. Dia tidak memberikan apa yang kita minta. Tapi Dia memberikan apa yang kita perlukan.

Duhai ukhty…semakin hari..kamu akan semakin mengerti hakikat dakwah ini. Lantas, sekarang yang kamu perlu perhatikan adalah pahamilah setiap langkah yang kamu tempuh. Dan lihatlah,,,disanala h tersimpan harmoni setiap kehidupan. Ada pelangi dalam setiap perjalanan. Dan pelangi itu diperuntukkan bagi orang-orang yang sabar dan ikhlas dalam menjalani penempaan.

Duhai ukhty…kita bukanlah jamaah malaikat yang tidak pernah melakukan kesalahan. Kita adalah jamaah manusia biasa yang pasti akan pernah melakukan kesalahan. Jangan selalu menyesali setiap kesalahan yang terjadi. Karena penyesalan hanya akan membebani hati. Meredam simfoni cinta ilahi yang ditujukan untuk kita. Yang perlu kita lakukan adalah mencari benang merah..supaya kita dapat memperbaiki apa-apa yang telah lalu.

Dakwah adalah sebuah keharusan. Karena dakwah tidak butuh kita. Tapi kitalah yang butuh dakwah. Bukankah ALLAH sudah menyatakan dalam firmanNYA. Masuklah kamu dalam islam secara kaffah?

Lantas, apa yang ingin kamu hindari. kita tidak bisa mengapung ataupun melayang jika ingin mencari mutiara di dasar laut. Tapi kita harus menenggelamkan diri kita di dasar laut itu. Karena mutiara itu tidak ada di permukaan, mutiara itu juga tidak ada di tengah-tengah. Mutiara itu tersimpan di dasar. Di dasar kedalaman hati kita.

Duhai ukhty..kamu pasti akan menyadari…bahwa semua ini semata-mata adalah proses pendewasaan diri kita. Bukankah tanah liat sebelum menjadi sebuah guci yang indah harus ditempa dengan berbagai ujian? Bukankah sepotong bambu sebelum menjadi pipa air juga ditempa dengan berbagai peristiwa yang menyakitkan. Karena itu…bangkitlah ukhyku sayang…

Semuanya akan baik-baik saja. Karena ALLAHlah sandaran kita. berbahagialah menjadi seorang aktvis dakwah. Karena kita bisa mendekat kepada Allah ketika semua menjauh. Dan Allah adalah satu-satunya yang tak berpaling darimu. Ketika kekecewaan dakwah mendera jiwamu, ALLAHlah satu-satunya Dzat yang tak mengecewakan dan tak pernah melukai perasaan. Dan ketia beban dakwah yang engkau pikul terasa berat, ALLAHlah satu-satunya sandaran. Ketika sesak menghimpit, ALLAHlah yang melapangkannya. Dan ketika lelah mendera, ALLAH mengistirahatkan dalam shalat lailmu. (29:2). Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu akan diuji oleh Allah. Karena itu, persiapkan ruhiyah kita untuk menjawab ujian itu. Karena kita harus naik kelas dalam ujian ini. Jangan pernah menyerah, jangan pernah putus asa. Sesungguhnya ALLAH membersamai langkah kita menuju padaNYA.

Hidup itu adalah sebuah pilihan. Semua orang berhak memilih jalannya masing-masing. Dan engkau telah memilih jalanmu disini. Karena itu, perkuat langkahmu. Jangan biarkan langkahmu goyah. Ketika kita diam orang lain tak akan tau apa yang sedang kita alami. Ketika kita mulai goyah, berpeganglah pada tangan saudaramu. Dan jika mereka juga lengah dan jangkauan kita tidak sampai kepada mereka.. Maka sesungguhnya ALLAHlah tepat kita mendekat. Tanamkan keikhlasan dan berpikirlah positif. Mungkin kita perlu banyak belajar akan setiap pengalaman ini. Bersabarlah ukhty…

Innallaha Ma’asshoobiriin…

“seorang ,mukmin boleh salah, boleh gagal, boleh tertimpa musibah. tetapi dia tidak boleh kalah, menyerah pada kelemahannya, menyerah pada tantangan dan keterbatasannya. dia harus tetap menembus gelap supaya dia bisa menjemput fajar. karena syurga bukanlah kado yang dihadiahkan begitu saja”

Ketika ku merasa tak mampu lagi memberikan perhatian padamu, aku yakin ALLAH mampu. Ketika ku merasa tak mampu lagi membantumu bertahan, aku yakin ALLAH mampu. Ketika ku merasa tak mampu lagi menjadi tempatmu berkeluh kesah, aku yakin ALLAH mampu. Ya Robb..satu pintaku, ketika ku sudah tak mampu lagi menggenggam erat tangan saudaraku, jangan pernah biarkan ia lepas dari genggamanMu.

NB: diperuntukkan bagi saudari-saudariku di bumi ALLAH tercinta. Jangan pernah patah semangat! La takhof wala tahzan Innallaha ma’ana…



19 september 2008

8.45


sebelum aku pulang ke rumah…

Aku menyayangi kalian semua, ikhwahfillah…

Semoga Allah semakin menguatkan ukhuwah kita dalam bingkai cintaNYA. Amin….

Selasa, 9 Jun 2009

Bekal Kubur

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Penulis : H. Rahmat Hidayat Nasution, Lc.

KotaSantri.com : Ada dialog yang cukup menggugah dan terjadi pada masa 'Amr Ibn Al-'Ash. Di siang hari, saat sedang istirahat, datanglah putra 'Amr Ibn Al-'Ash berkata kepadanya, "Wahai Ayahku, terangkanlah kepadaku tentang kematian. Sebab, engkaulah orang yang paling tepat bagiku untuk menerangkan masalah itu." 'Amru Ibn Al-'Ash merasa senang bercampur takut. Senang, karena anaknya mampu menjadikan dirinya bukan hanya sekedar ayah, tapi juga tempat bertanya dan berkeluh kesah. Takut, karena pertanyaan yang diajukan anaknya adalah pertanyaan yang cukup berat untuk dijelaskan. Sebab, tak ada seorang pun yang berani mengilustrasikan beratnya kematian itu. Dengan santai dan penuh kehati-hatian, 'Amr Ibn Al-'Ash menjawab, "Wahai anakku, Demi Allah, sungguh kematian itu seperti gunung-gunung yang ada di dunia ini sedang diletakkan di dadaku dan aku bernapas seperti bernapas dari lubang jarum."

Mendengar jawaban 'Amr Ibn Al-Ash, sepertinya kematian itu cukup berat sekali. Seakan-akan tak sebanding dengan kehidupan yang dijalani di dunia ini. Padahal, kehidupan dan kematian adalah pasangan yang ditakdirkan oleh Allah SWT. Namun, kematian yang dikatakan 'Amr Ibn Al-'Ash itu adalah kondisi umum yang akan terjadi pada manusia yang memiliki bekal kematian. Dan, jawaban itu bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah.

Di dalam surat Al-Hijr ayat 84, Allah SWT berfirman, "Maka tak dapat menolong mereka apa yang mereka usahakan." Memahami firman Allah tersebut, akan semakin membuat kita kian goyah dan kian takut menghadapi kematian yang akan dialami nanti dan terasa cukup berat sekali. Karena apa yang diusahakan di dunia ini akan sia-sia. Harta banyak yang telah diusahakan tidak mampu membantu. Isteri cantik yang dibanggakan selama ini tak bisa menolong. Anak yang pintar tak bisa membantu saat kematian menghampiri. Nyaris kondisi kita seperti apa yang dikatakan Rasulullah dalam haditsnya. Rasulullah SAW bersabda, "Tiada lain kondisi mayat di dalam kuburnya kecuali seperti orang tenggelam yang mencari pertolongan. "

Maka tepat apa yang dikatakan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA tentang kematian, "Siapa yang masuk kubur tanpa bekal, seperti halnya melintasi laut tanpa perahu." Hanya kalimat hauqalah yang bisa kita ucapkan mendengar komentar Umar bin Khattab tentang kematian. La Haula Wala Quwwata Illa Billah. Lalu, bekal apa yang harus dicari agar kita bisa bernapas sekalipun seperti bernapas di lubang jarum?

'Aid Al-Qarni dalam bukunya Wa Ja'at Sakrat Al-Maut bi Al-Haqq menyatakan paling tidak ada empat hal yang harus dilakukan umat Muhammad agar memiliki bekal di dalam kubur. Pertama, sering menziarahi kubur. Dengan ziarah kubur, akan mengingatkan kita bahwa suatu saat kita akan merasakan seperti apa yang dirasakan si mayat di dalam kubur. Dari salam yang diucapkan penziarah hingga pertanyaan yang diajukan malaikat di dalam kubur. Dengan ziarah kubur, kita akan merenungkan bahwa kematian telah memisahkan kita dari segalanya yang ada di dunia ini dan mencampakkan kita ke dalam lubang yang gelap gulita. Tak ada lagi isteri, anak, harta, dan pakaian yang dibanggakan. Kematian menghapuskan semua itu dan memasukkan kita ke dalam lubang yang mengerikan.

Kedua, menziarahi orang shaleh. Dengan seringnya mengunjungi orang shaleh dan mendengarkan nasehatnya, akan membuat kita terasa tenang, sekalipun kematian itu berat. Karena bernafas bagaikan dari lubang jarum yang dikatakan 'Amr Ibn Al-'Ash adalah gambaran umat Muhammad yang memiliki bekal kematian.

Orang shaleh yang paling baik adalah orang-orang yang mengetauhi ilmu syari'at serta mendalami Al-Qur'an dan Hadits Rasul. Karena mereka hidup selalu diiringi dengan hujjah yang jelas dan memiliki firasat yang tajam dan akurat sebagai rahmat dan anugerah dari Allah untuk mereka. Bahkan Rasullullah sangat menganjurkan untuk berteman dengan orang shaleh yang berilmu dan mengamalkan ilmunya. Rasulullah SAW bersabda, "Bertemanlah kalian dengan ulama dan dengarkanlah perkataan hukama' (ahli hikmah). Karena Allah SWT menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana menghidupkan tanah gersang dengan hujan." Bukan hanya itu, Allah SWT juga berfirman tentang pentingnya berteman dengan orang shaleh dalam surat Az-Zukhruf ayat 67, "Teman-teman akrab pada hari itu sebagian menjadi musuh bagi sebagian lain kecuali orang-orang yang bertakwa."

Ketiga, membaca Al-Qur'an. Al-Qur'an adalah kalam Allah SWT yang terdapat di dalamnya penjelasan tentang kematian, bekal yang dibawa, dan kehidupan yang akan dirasakan di dalam kubur. Dengan aktif membaca Al-Qur'an, seorang muslim menghadapi kematian tidak lagi dalam kondisi penuh ketakutan. Ia masih mampu bernafas, meskipun seperti kata 'Amr Ibn Al-'Ash seolah-olah bernafas dari lubang jarum. Karena Rasulullah SAW menceritakan bahwa orang yang rajin membaca Al-Qur'an akan mendapatkan syafa'at dari Al-Qur'an itu sendiri. Rasulullah SAW bersabda, "Bacalah Al-Qur'an, karena sesungguhnya ia akan datang kepada para pembacanya kelak di hari kiamat dengan membawa syafa'at."

Bukan hanya itu saja, Rasulullah SAW juga mengkategorikan orang yang aktif membaca Al-Qur'an sebagai umat terbaiknya. Rasulullah SAW berkata, "Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya. " Subhanallah, begitu mulia kedudukan pembaca Al-Qur'an. Dengan membaca Al-Qur'an, bekal yang dibawa sudah apik, apalagi jika Al-Qur'an telah tertanam dalam hati seorang hamba, maka ia akan memberikan pengaruh dan manfaat yang sangat luar biasa bagi hamba tersebut.

Keempat, mengurangi cita-cita yang bersifat dunia. Artinya, cobalah untuk tidak takluk dengan dunia. Jadikan dunia dan isinya hanya sebagai kendaraan untuk mendapatkan ridha Allah SWT. Karena dunia bukanlah tempat terakhir bagi kita. Masih ada tempat pertanggungjawaban yang melahirkan vonis apakah kita masuk penduduk yang merasakan nikmatnya jamuan-jamuan surga ataukah kita masuk penduduk yang harus berdomisili dulu di tempat pembalasan atas perbuatan keji kita di dunia dulu. Maka Rasulullah SAW selalu menasehati para sahabat dengan mengatakan, "Hiduplah di dunia ini bagaikan seorang pengembara."

Sehingga, pesan Ibnu Umar layak untuk diingat, "Jika engkau sedang berada pada hari ini, maka janganlah engkau tunda-tunda sampai hari esok. Jika engkau sedang berada pada waktu sore, maka janganlah engkau tunda-tunda hingga pagi hari. Pergunakanlah sehatmu sebelum datang sakitmu dan pergunakanlah hidupmu sebelum datang matimu."

Karena itu, marilah bertobat dan aktif berbuat baik. Tidaklah ada persiapan diri untuk menghadapi kematian yang lebih baik kecuali dengan menyegerakan diri bertobat dan senantiasa memperbaharui tobat dari hari ke hari.

"Setiap yang berjiwa, pasti akan merasakan mati." (QS. Ali Imran : 185). Demikianlah Allah menegaskan tentang keberadaan kematian. Maka Sabda Rasulullah SAW, "Perbanyaklah olehmu mengingat si pencabut semua kesenangan." Kematian dikatakan sebagai si pencabut nyawa karena ia memisahkan seseorang dari apa pun dan siapa pun yang dicintainya dan akan ditempatkan ke dalam lubang yang gelap gulita. Semoga dengan bekal-bekal yang dijelaskan di atas, kematian dan gelapnya kubur tidak lagi menjadi hal yang begitu mengerikan sekali. Aamiin.

*) Penulis adalah Staf Pengajar di Islamic International School Darul Ilmi (IIS DIM) Medan

Jumaat, 8 Mei 2009

Hadith Menjaga Allah

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Hadits

Dari Abul Abbas Abdulloh bin Abbas rodhiallohu ‘anhuma beliau berkata: Suatu hari aku berada di belakang Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam Lalu beliau bersabda , “Nak, aku akan ajarkan kepadamu beberapa patah kata: Jagalah Alloh, Niscaya Dia akan senantiasa menjagamu. Bila engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Alloh, dan bila engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Alloh. Ketahuilah, jika semua umat manusia bersatu padu untuk memberikan suatu kebaikan kepadamu, niscaya mereka tidak dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis oleh Alloh bagimu, dan jika semua umat manusia bersatu padu untuk mencelakakanmu, niscaya mereka tidak dapat mencelakakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah ditulis oleh Alloh bagimu. Pena telah diangkat dan catatan-catatan telah mengering.” (HR Tirmidzi Dia berkata , “Hadits ini hasan shohih”)

Dalam riwayat selain Tirmidzi dengan redaksi: “Jagalah Alloh, niscaya engkau akan senantiasa mendapati-Nya di hadapanmu. Kenalilah Alloh di waktu lapang niscaya Dia akan mengenalimu saat kesulitan, ketahuilah bahwa apa yang ditetapkan luput darimu tidak akan pernah menimpamu dan apa yang telah ditetapkan menimpamu tidak akan pernah luput darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu selalu mengiringi kesabaran, jalan keluar selalu mengiringi cobaan dan kemudahan itu selalu mengiringi kesusahan.”

Kedudukan Hadits
Hadits ini sangat agung karena memuat wasiat Rosululloh sholallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat penting.

Menjaga Alloh
Menjaga Alloh adalah dengan cara menjaga hak-hakNya. Hak-hak Alloh ada dua macam, yaitu hak-hak yang wajib dan hak-hak yang sunnah. Dengan menunaikan kewajiban, dan memelihara sunnah berarti telah menjaga Alloh. Menjaga Alloh dalam batasan yang wajib yaitu menegakan tauhid, dengan cara melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Lebih dari itu adalah sunnah. Manusia berbeda-beda derajatnya dalam menjaga Alloh.

Penjagaan Alloh
Penjagaan Alloh terhadap manusia terwujud dalam dua bentuk, yaitu:

Menjaga urusan dunianya, dalam bentuk menyehatkan badanya, melapangkan rezekinya, menjaga anak dan istrinya, dan lain-lain.

Menjaga urusan agamanya. Poin ini lebih penting dan lebih bernilai dari pada poin sebelumnya. Bentuk penjagaannya berupa: hatinya bersih dari kotoran syubhat, senantiasa terikat dengan Alloh, penuh rasa harap kepada-Nya, senantiasa bertaubat kepada-Nya, dan anggota badanya terbebas dari memperturutkan hawa nafsu.

Melalaikan menjaga Alloh dapat berakibat hilangnya penjagaan Alloh terhadap dirinya.

Hanya Meminta Kepada Alloh
Hukum meminta hanya kepada Alloh ada dua macam:

Wajib, yaitu meminta sesuatu yang tidak bisa melakukannya kecuali Alloh. Inilah tauhid dalam meminta di mana jika dipalingkan kepada selain Alloh hukumnya syirik.

Sunnah, yaitu dalam hal yang manusia mampu untuk melakukannya dan dia mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.

TAWAKAL
Makna tawakal kepada Alloh adalah mengambil sebab yang diperintahkan kemudian menyerahkan urusannya kepada-Nya. Tawakal kepada Alloh merupakan wujud keimanan yang sangat penting, bahkan merupakan wujud keimanan para nabi. Dan tawakal kepada makhluk adalah perbuatan yang sangat tercela. Sekalipun makhluk mampu untuk melakukan apa yang kita inginkan, kita tidak boleh bertawakal kepadanya.

Sabar Dan Ridho
Sabar, khususnya ketika mendapatkan kesulitan adalah menjaga hati dari menggerutu, menjaga lisan dari berkeluh kesah dan menjaga diri dari perbuatan yang terlarang. Ketika tertimpa musibah, di samping wajib untuk bersabar, juga disunahkan untuk ridho bahkan jika mampu, bersyukur.

Ridho terhadap musibah adalah yakin bahwa akibat dari musibah tersebut baik baginya, maka tak ada perasaan seandainya musibah tersebut tidak datang. Adapun ridho yang hukumnya wajib yaitu ridho terhadap perbuatan Alloh yang telah mendatangkan musibah. Dengan demikian terkait dengan musibah ada dua bentuk keridhoan, yaitu:

Ridho terhadap perbuatan Alloh, hukumnya wajib.

Ridho terhadap musibah itu sendiri, hukumnya sunnah.


Sumber: Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi - Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh - http://muslim.or.id

Penyusun: Ustadz Abu Isa Abdulloh bin Salam (Staf Pengajar Ma’had Ihyaus Sunnah, Tasikmalaya)

Isnin, 4 Mei 2009

Kuasa mata, kesan dan rawatannya dalam Islam

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Kuasa mata dengki


Pandangan yang disulami dengan perasaan dengki boleh membawa kesan yang memudaratkan kepada perkara yang dilihat. Ini adalah pendapat kebanyakan para ulama.


Firman Allah swt:


“Dan sesungguhnya orang-orang kafir hampir menumbangkan dan memusnahkan mu dengan kuasa mata mereka ketika mana mereka mendengar bacaan Quran mu. Mereka juga berkata : Sesungguhnya Muhammad adalah orang gila.” (51 : al-Qalam)


Ibnu Kathir berkata:


“Ayat ini adalah sebagai dalil kepada kuasa dan kesan mata adalah benar dengan izin

Allah.”


Nabi saw bersabda:


العين حق


Maksudnya: “Kuasa mata adalah benar.” ( Hr Bukhari dan Muslim )


Berlindung dengan Allah dari kuasa mata


Nabi saw bersabda:


استعيذوا بالله من العين فإن العين حق


Maksudnya: “Hendaklah kamu berlindung dengan Allah dari kuasa mata, sesungguhnya kuasa mata adalah benar.” (Hr Ibnu Majah – sahih)


Oleh itu, seorang muslim hendaklah sentiasa membaca pendinding sperti al-Fatihah,ayat 1-5 al-Baqarah, ayat kursi dan 2 ayat selepasnya, 2 ayat akhir surah Baqarah dan 3 qul pada pagi dan petang.


Kuasa mata memberi kesan dengan ketetapan Allah


Nabi saw bersabda:


العين حق ولو شيء سابق القدر سبقته العين


Maksudnya: “Kuasa mata adalah benar, kalaulah ada yang mendahului ketetapan Allah, nescaya kuasa mata yang mendahuluinya.” (Hr Muslim –sahih)


Imam Nawawi berkata:


Sesungguhnya semua perkara adalah dengan ketetapan Allah. Tidak akan berlaku apa pun melainkan mengikut apa yang telah ditetapkan Allah dan Allah telah terdahulu mengetahuinya. Tidak akan berlaku kebaikan dan keburukan termasuklah kemudaratan kuasa mata melainkan dengan ketetapan Allah. Hadis ini menunjukkan benarnya kuasa mata dan ianya boleh memberi kemudaratan yang kuat.” (Syarah sahih Muslim)


Akibat dari kuasa mata


Nabi saw bersabda:


إن العين لتولع بالرجل بإذن الله حتى يصععد حالقا فيتردى منه


Maksudnya: “Sesungguhnya kuasa mata yang mengenai seseorang lelaki itu menyebabkan dia pergi ke tempat yang tinggi kemudian mencampakkan diri ke bawah dari tempat tersebut.” (Hr Ahmad – sahih)


Nabi saw bersabda:


العين تدخل الرجل القبر وتدخل الجمل القدر


Maksudnya: “Kuasa mata boleh menyebabkan seseorang itu mati dan masuk kubur dan boleh menyebabkan unta hampir mati, disembelih dan dimasak di dalam periuk.”

(Hr Abu Nuaim – hasan)


Cara kuasa mata memberi sebab kemudaratan kepada manusia


Imam Ibnul Qayyim berkata:


“Kuasa mata memberi kesan dengan cara perhubungan, perjumpaan, melihat, mengutuskan roh kepada orang yang hendak diberi kesan buruk, bacaan jampi dan pukau.”


Imam Ibnul Hajar berkata:


“Hakikat kuasa mata adalah pandangan kepada yang dianggap elok bercampur dengan perasaan dengki dari tabiat yang keji yang menyebabkan kemudaratan kepada yang dipandang.”


Merawat kesan buruk dari kuasa mata


1. Dengan memandikan pesakit


Nabi saw bersabda:


وإذا استغسل أحدكم فليغسل


Maksudnya: “Apabila salah seorang kamu diminta utk memandikan saudaranya yang terkena kuasa mata hendaklah dia memandikannya.” (Hr Muslim)


Aisyah ra berkata:


“Orang yang matanya menyebabkan mudarat orang lain disuruh berwuduk dan orang yang terkena penyakit sebab kuasa mata dimandikan dengan air wuduk tadi.” (Hr Abu Daud – sahih)


2. Dengan Membaca jampi yang syar’ie


Anas ra berkata:


“Rasulullah saw membenarkan bacaan jampi untuk penyakit yang dari kesan kuasa mata.” (Hr Muslim)

Bacaan jampi dengan ayat Quran (3 Qul) dan doa2 Nabi saw (Hr Muslim)


بِسْمِ اللهِ يُبْرِيْكَ مِنْ كُلِّ دَاءٍ يَشْفِيْكَ وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ وَمِنْ كُلِّ شَرِّ ذِيْ عَيْنٍ


Contoh kes:


kes 1 seorang budak yang petah bercakap dan pandai berceramah menjadi bisu. Para doktor tidak mampu mengubatinya. Akhirnya sembuh setelah 7hari minum air yang dibacakan jampi dr ayat Quran dan hadis.


Kes 2 Rumah yang dilatangi seorang permpuan tua yang miskin. Setelah dia balik, rumah tadi dipenuhi ulat. Setelah direnjis dgn air yang telah dijampi dgn ayat Quran dan hadis maka rumah tadi menjadi seperti biasa.


Kedua2 kes ini adalah disebabkan kuasa mata.


Rujukan: Tafsir Sobuni, Sorimil Battar oleh Syekh Wahid Abdus Salam Bali, Syarah sahih Muslim

http://akhisalman.blogspot.com/2009/03/kuasa-mata-kesan-dan-rawatannya-dalam.html

Rabu, 8 April 2009

Wasiat dan Pembahagian Harta Pusaka

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dari http://www.e-bacaan.com/emailb40.htm

Wasiat
dan
Pembahagian Harta Pusaka

Seorang saudara telah bertanya mengenai pembahagian harta pusaka serta memberi satu kes sebagai contoh untuk diselesaikan. Sebelum menjawab soalan beliau, kami menurunkan dahulu ayat-ayat al-Qur'an yang bersabit, supaya penjelasan yang bakal dibuat menjadi lebih licin. Kami akan memberi sedikit komentar ke atas ayat-ayat tersebut, dan berharap para pembaca dapat membantu dengan membetulkan kesilapannya setelah ia dikesan.

Wasiat

Perkara utama dalam pembahagian harta pusaka ialah membuat wasiat. Suruhan membuat wasiat disebut dari awal lagi di dalam al-Qur'an. Daripada ayat al-Baqarah yang berkenaan dapat difahamkan iaitu bagi orang-orang yang bertakwa (takut kepada Tuhan) adalah wajib membuat wasiat sebelum mereka meninggal dunia. Wasiatnya memihak kepada ibu bapanya, dan sanak saudara. Ayat yang dimaksudkan berbunyi,

"Dituliskan (ditetapkan) bagi kamu, apabila seseorang antara kamu didatangi kematian, dan dia meninggalkan kebaikan (harta), supaya membuat wasiat memihak kepada ibu bapanya, dan sanak saudara dengan baik - suatu kewajipan kepada orang-orang yang bertakwa." (2:180)

Kemudian, sekiranya kandungan wasiat difikirkan tidak adil atau berdosa maka ia harus dibetulkan dengan perundingan antara pihak-pihak yang terlibat. Al-Qur'an didapati amat jelas mengenai perkara tersebut:

"Jika seseorang takut akan penyimpangan daripada jalan yang benar, atau dosa, daripada orang yang berwasiat itu, lalu dia membetulkan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Pengampun, Pengasih." (2:182)

Wasiat patut juga mengandungi peruntukan untuk isteri selama setahun dan pembayaran sewa rumah, kalau rumah yang didiami disewa. Peringatan itu datang daripada ayat berbunyi,

"Dan orang-orang antara kamu yang mati dan meninggalkan isteri-isteri, hendaklah mereka membuat wasiat untuk isteri-isteri mereka, peruntukan untuk setahun tanpa mengeluarkannya; tetapi jika mereka keluar, maka tidaklah bersalah ke atas kamu mengenai apa yang mereka buat pada diri-diri mereka sendiri dengan baik; Allah Perkasa, Bijaksana." (2:240)

Selanjutnya, difahamkan iaitu nama-nama penerima harta pusaka yang dinyatakan di dalam wasiat hendaklah termasuk "orang-orang yang terikat dengan sumpah" orang yang berwasiat, seperti anak angkat, anak tiri, atau apa yang dikatakan "tangan-tangan kanan kamu memiliki" (sila rujuk Tangan Kanan Miliki). Fahaman berdasarkan ayat berikut:

"Dan bagi tiap-tiap orang, Kami melantik waris-waris daripada apa yang ibu bapa dan sanak saudara meninggalkan, dan orang-orang yang terikat dengan sumpah kamu. Maka berilah mereka bahagian mereka; sesungguhnya Allah adalah saksi atas segala sesuatu." (4:33)

Dua orang saksi diperlukan dalam wasiat, yang terdiri daripada mereka yang mempunyai keadilan di kalangan kenalan orang yang berwasiat atau dua yang lain jika dia sedang dalam perjalanan. Dan mereka akan bersumpah jika orang yang berwasiat ragu-ragu. Demikian dinyatakan oleh ayat di bawah:

"Wahai orang-orang yang percaya, kesaksian antara kamu apabila salah seorang daripada kamu ditimpa maut, apabila dia berwasiat, ialah dua orang yang mempunyai keadilan antara kamu, atau dua yang lain daripada selain kamu, jika kamu berpergian di bumi, dan bencana maut menimpa kamu. Kemudian kamu akan tahan mereka sesudah solat, dan mereka akan bersumpah dengan Allah, jika kamu ragu-ragu: 'Kami tidak akan menjualnya untuk suatu harga, walaupun ia sanak saudara yang dekat, dan kami tidak juga akan menyembunyikan kesaksian Allah, kerana jika demikian, tentu kami termasuk orang-orang yang berdosa.'" (5:106)

Oleh yang demikian, wasiat dibuat walau dalam keadaan apa jua pun. Kerana ia wajib.

Wasiat daripada Allah

Apabila si mati (maaf atas kegunaan kata tersebut) tidak meninggalkan sebarang wasiat maka pembahagian harta yang ditinggalkan hendaklah menurut wasiat daripada Allah yang akan dijelaskan sebentar lagi. Atau, terdapat harta yang tidak disebut di dalam wasiatnya, maka harta itu dibahagi antara waris-waris menurut wasiat daripada Allah itu juga.

Tambahan lagi, sebelum harta si mati dibahagikan, hutangnya dikira, andaikata dia berhutang, dan dibayar daripada harta yang ditinggalkan. Hutang dibayar walaupun sudah mati.

Terdapat tiga ayat yang menyentuh mengenai wasiat daripada Allah, iaitu 4:11, 4:12, dan 4:176 yang akan disenaraikan di bahagian akhir halaman ini.

Anak-anak

Pada dasarnya, pembahagian harta pusaka dalam wasiat Allah bagi anak-anak adalah, "bagi (seorang) lelaki serupa dengan bahagian dua perempuan", jika ada dua anak perempuan (2x = 1x + 1x). Ini bermaksud, anak lelaki yang seorang itu mendapat separuh dan dua anak perempuan mendapat separuh juga (50-50).

Tetapi "jika mereka perempuan-perempuan yang lebih daripada dua, maka bagi mereka dua per tiga daripada apa yang dia meninggalkan," bererti, anak lelaki yang seorang itu mendapat 1/3 sementara anak-anak perempuan yang berjumlah lebih daripada 2 mendapat 2/3.

Dan disuratkan lagi, "tetapi jika dia (perempuan) seorang, maka baginya separuh" atau dengan jelas, bermaksud, jika yang ditiggalkan adalah seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan, maka mereka akan mendapat separuh seorang daripada harta yang ditinggalkan (50-50).

Bagaimana pula, kalau terdapat 2 orang anak lelaki atau lebih dan 1 orang anak perempuan? Maka kami andaikan supaya balik kepada dasar iaitu bahagian seorang lelaki serupa bahagian 2 perempuan seperti kiraan:

2 lelaki (+ +) + 1 perempuan = 2x + 2x (+ +) + 1x.

Dan seterusnya bagi bilangan anak perempuan yang bertambah (~ + 1x + 1x ....)

Demikian itu adalah pembahagian harta pusaka apabila terdapat kedua-dua anak lelaki dan anak perempuan. Bahagian bagi anak perempuan didapati tidak tetap, bergantung pada bilangan mereka. Bahagian bagi lelaki juga turut dipengaruhi oleh bilangan perempuan.

Dengan itu, kami berpendapat bahawa sekiranya si mati tidak meninggalkan seorang pun anak lelaki maka harta yang ditinggalkannya, yang diuntukkan bagi anak-anak, diserahkan kesemuanya kepada anak atau anak-anak perempuan. Begitu juga dengan anak lelaki. Sebab, Tuhan tidak menyuruh supaya diserahkan bahagian anak lelaki (yang tiada itu) kepada mana-mana pihak luar. Malah, Dia tidak menyuruh memberi kepada sesiapa yang di luar keluarga, dalam apa saja situasi bagi pembahagian harta pusaka, kecuali kepada "orang-orang yang terikat dengan sumpah".

Isteri dan Suami

Bagi isteri, "bagi mereka (isteri), satu per empat (1/4) daripada apa yang kamu meninggalkan jika kamu tidak ada anak."

Akan tetapi, "jika kamu ada anak, maka bagi mereka (isteri), daripada apa yang kamu meninggalkan, satu per lapan (1/8)." Baki setelah diberi bahagian isteri, iaitu 7/8, barulah dibahagi antara anak-anaknya.

Bagi suami pula - "bagi kamu, separuh (1/2) daripada apa yang isteri-isteri kamu meninggalkan, jika mereka tidak ada anak;"

"Tetapi jika mereka ada anak, maka bagi kamu, daripada apa yang mereka meninggalkan, satu per empat (1/4)."

Ibu Bapa

Ibu bapa juga termasuk dalam pembahagian harta pusaka - "kepada ibu bapanya, kepada setiap seorang daripada keduanya, satu per enam (1/6) daripada apa yang dia meninggalkan, jika dia ada anak." Dari itu, jumlah bagi kedua-dua mereka adalah 2/6 atau 1/3.

Sehingga di sini, adalah baik jika dibuat kiraan, misalan, bagi seorang lelaki yang meninggal dunia dan meninggalkan isteri, anak-anak dan ibu bapa:

Isteri = 1/8 (3/24) = 12.5%
Ibu & bapa = 1/3 (8/24) =
33.33%
Anak-anak (baki) = 13/24 =
54.16%

Atau meninggalkan salah seorang daripada ibu bapanya sahaja, maka kiraannya adalah seperti berikut:

Isteri = 1/8 (3/24) = 12.5%
Ibu atau bapa = 1/6 (4/24) =
16.66%
Anak-anak (baki) = 17/24 =
70.83%

Kembali kepada ibu bapa. Bagi si mati yang hanya meninggalkan ibu bapa sebagai waris, "maka satu per tiga (1/3) bagi ibunya, atau jika dia ada saudara-saudara lelaki, maka bagi ibunya satu per enam (1/6)."

Hanya ibu yang disebut di situ. Tiada bapa. Mungkin tidak silap mengandaikan sekiranya bapa masih hidup maka ibunya mendapat 1/6 sahaja, sama seperti bapa.

Ibunya mendapat 1/6 juga jika si mati ada meninggalkan saudara-saudara lelaki.

Tiada Waris Terus

Akhirnya, "Jika seorang lelaki atau seorang perempuan tidak mempunyai waris yang terus (ibu bapa dan anak), tetapi ada saudara lelaki atau saudara perempuan, maka bagi tiap-tiap seorang daripada keduanya, satu per enam (1/6); tetapi jika mereka lebih ramai daripada itu, maka mereka bersekutu dalam satu per tiga (1/3)" - 4:12.

Kesemua pembahagian harta di atas adalah daripada ayat 4:11 dan 4:12. Satu lagi ayat yang terbabit, 4:176, melanjutkan penjelasan mengenai "waris yang tidak langsung", seperti di bawah:

  • "Allah memutuskan kepada kamu mengenai waris yang tidak langsung (selain ibu bapa dan anak). Jika seorang lelaki mati tanpa seorang anak, tetapi dia mempunyai saudara perempuan, dia menerima separuh (1/2) daripada apa yang dia meninggalkan,

  • "dan dia (lelaki) adalah warisnya jika dia (perempuan) tidak mempunyai anak." - saudara lelaki mewarisi semua peninggalan saudara perempuannya.

  • "Jika ada dua saudara perempuan, mereka menerima dua per tiga (2/3) daripada apa yang dia (lelaki) meninggalkan." dan,

  • "Dan jika ada beberapa saudara, lelaki dan perempuan, yang lelaki menerima serupa dengan bahagian dua saudara perempuan" (2x + 1x + 1x, atau 2x + 2x + 1x + 1x seperti yang dijelaskan terlebih dahulu) Jumlah adalah 1/3 daripada harta yang ditinggalkan, macam disebut pada ayat 4:12 tadi.

Pada sesetengah kes terdapat lebihan setelah harta dibahagikan. Pada hemat kami, segala yang berlebihan itu diberi kepada "orang-orang yang terikat dengan sumpah" si mati, seperti anak angkat, anak tiri, anak-anak yatim yang sekeluraga atau yang tidak sekeluarga, ibu atau bapa saudara yang miskin, dan sebagainya.

Sekian mengenai wasiat dan pembahagian harta pusaka. Kesemuanya adalah hanya pendapat kami setelah memahami ayat-ayat Allah. Mana yang silap sila tunjukkan. Terima kasih.

Surat

Kembali kepada surat daripada saudara yang telah mendatangkan pertanyaan mengenai waris harta pusaka, yang disebut dari awal tadi. Surat beliau diturunkan di bawah ini:

From: "Sidi Achmad"
To:
Subject: harta waris/pusaka menurut perspektif Al Qur'an
Date: Tuesday, November 02, 2004 10:17 PM

Salamun'alaikum

Kasus :
A (laki-laki, single) menikah dengan B (janda beranak dua)
A dan B tidak memiliki anak.
A mempunyai saudara seayah seibu (kandung) 3 orang :

1. C (perempuan)
2. D (perempuan)
3. A (pewaris)
4. E (laki-laki)

D dan E wafat sebelum A, sedangkan C sesudah A wafat. B saat ini berusia +/- 75 tahun.

Pertanyaannya : (ketika A selaku pewaris wafat)

Apakah ahli waris D & E mendapat bagian/haknya ? Kalau ia, berapa besar bagian /hak mereka ? Bagaimana dengan bagian/hak B dan (ahli waris) C ?
Apakah ada perbedaan antara harta sebelum dan sesudah menjadi suami-istri (A dan B) ? Contoh : - A memiliki rumah sebelum menikah, B tidak ; - A dan B memiliki rumah setelah mereka menikah.
Apa langkah sebaiknya dilakukan oleh ahli waris apabila salah satu dari orang tua atau pewaris mereka wafat ? Di Indonesia ada etika tidak tertulis, ahli waris akan membagikan harta pusaka setelah kedua orang tuanya wafat, di sinilah sering terjadi pertengkaran sesama ahli waris/karena :

- Tidak semua pewaris dan ahli waris mengerti mengenai pembagian harta pusaka, umumnya mereka hanya tahu bagian/hak laki-laki : bagian/hak perempuan = 2 : 1

- Memanfaatkan perbedaan antara (kompilasi) hukum Islam, hukum adat, dan hukum negara !

Terima kasih.

Salam.

Salamun alaikum. Terima kasih.

Untuk menyenangkan rujukan, kami turunkan lagi sesetengah daripada apa yang saudara tulis:

A (laki-laki, single) menikah dengan B (janda beranak dua)
A dan B tidak memiliki anak.
A mempunyai saudara seayah seibu (kandung) 3 orang :

1. C (perempuan)
2. D (perempuan)
3. A (pewaris)
4. E (laki-laki)

D dan E wafat sebelum A, sedangkan C sesudah A wafat. B saat ini berusia +/- 75 tahun.

Pertanyaannya : (ketika A selaku pewaris wafat)

Apakah ahli waris D & E mendapat bagian/haknya ? Kalau ia, berapa besar bagian /hak mereka ? Bagaimana dengan bagian/hak B dan (ahli waris) C ?

Komentar kami:
Sekiranya D & E yang wafat itu meninggalkan suami dan isteri, dan anak-anak, atau ibu bapa, maka A atau C (hanya dua orang saudara) dan juga B (isteri A) tidak mewarisi apa-apa. Pembahagian harta bagi waris mereka (D & E) adalah seperti yang telah dijelaskan di atas.

Selanjutnya saudara menulis:

Apakah ada perbedaan antara harta sebelum dan sesudah menjadi suami-istri (A dan B) ? Contoh : - A memiliki rumah sebelum menikah, B tidak ; - A dan B memiliki rumah setelah mereka menikah.

Komentar kami:
Tiap-tiap harta yang besar seperti tanah, rumah, kereta, dan sebagainya, ada nama tuan punya. Adalah baik bagi suami isteri untuk menurunkan nama mereka berdua pada tiap-tiap dokumen bagi harta yang dimiliki.

Soalan saudara seterusnya adalah,

Apa langkah sebaiknya dilakukan oleh ahli waris apabila salah satu dari orang tua atau pewaris mereka wafat ?

Komentar kami:
Pertama sekali, cari wasiat orang yang meninggal dunia. Menulis wasiat adalah wajib.
Kedua, kumpulkan pewaris, seperti isteri atau suami, anak-anak, dan ibu bapa. Mereka ini pewaris yang amat dekat. Kalau yang wafat itu tidak meninggalkan pewaris yang dekat, maka adik-beradik menjadi waris sebagai ganti. Jangan pula lupa "orang-orang yang terikat dengan sumpah" dengan orang yang meninggal dunia itu.

Dan saudara menyatakan:

Di Indonesia ada etika tidak tertulis, ahli waris akan membagikan harta pusaka setelah kedua orang tuanya wafat, di sinilah sering terjadi pertengkaran sesama ahli waris/karena :

- Tidak semua pewaris dan ahli waris mengerti mengenai pembagian harta pusaka, umumnya mereka hanya tahu bagian/hak laki-laki : bagian/hak perempuan = 2 : 1

Komentar kami:
Maaf menyatakan bahawa etika tidak tertulis yang diamalkan itu adalah tidak Quranik. Ia patut ditukar.
Kami faham betapa sukarnya untuk menukar adat sesuatu kaum. Namun, ia diikhtiarkan juga.

Kalau mereka tidak faham, mereka harus difahamkan dengan membaca wasiat daripada Allah kepada mereka, kalau si mati tidak meninggalkan sebarang wasiat. Selepas itu, jika mereka memilih untuk tidak mentaati Allah, maka tinggalkan mereka. Pergaduhan akan berlaku sekiranya saudara berkeras, dan masa itu adalah bukan sebaik-baik masa untuk berdebat.

Bagi permintaan saudara yang akhir kami memohon maaf, kerana kami tidak arif dengan hukum negara mengenai harta pusaka. Sekiranya kami menghadapi masalah itu di sini, di Malaysia, kami akan pergi berjumpa seorang peguam.

Terima kasih.
Salam.

* * * *

Ayat-ayat mengenai wasiat daripada Allah:

4:11. Allah mewasiatkan kamu mengenai anak-anak kamu; bagi lelaki serupa dengan bahagian dua perempuan, dan jika mereka perempuan-perempuan yang lebih daripada dua, maka bagi mereka dua per tiga daripada apa yang dia meninggalkan, tetapi jika dia (perempuan) seorang, maka baginya separuh; dan kepada ibu bapanya, kepada setiap seorang daripada keduanya, satu per enam daripada apa yang dia meninggalkan, jika dia ada anak; tetapi jika dia tidak ada anak, dan waris-warisnya ialah ibu bapanya, maka satu per tiga bagi ibunya, atau jika dia ada saudara-saudara lelaki, maka bagi ibunya satu per enam, sesudah sebarang wasiat yang dia mewasiatkan, atau sebarang hutang. Bapa-bapa kamu dan anak-anak lelaki kamu, kamu tidak mengetahui siapa antara mereka yang lebih dekat manfaatnya kepada kamu. Demikianlah ketentuan Allah; sesungguhnya Allah adalah Mengetahui, Bijaksana.

4:12. Dan bagi kamu (suami), separuh daripada apa yang isteri-isteri kamu meninggalkan, jika mereka tidak ada anak; tetapi jika mereka ada anak, maka bagi kamu, daripada apa yang mereka meninggalkan, satu per empat, sesudah sebarang wasiat yang mereka mewasiatkan, atau sebarang hutang. Dan bagi mereka (isteri), satu per empat daripada apa yang kamu meninggalkan jika kamu tidak ada anak; tetapi jika kamu ada anak, maka bagi mereka, daripada apa yang kamu meninggalkan, satu per lapan, sesudah sebarang wasiat yang kamu mewasiatkan, atau sebarang hutang. Jika seorang lelaki atau seorang perempuan tidak mempunyai waris yang terus (ibu bapa dan anak), tetapi ada saudara lelaki atau saudara perempuan, maka bagi tiap-tiap seorang daripada keduanya, satu per enam; tetapi jika mereka lebih ramai daripada itu, maka mereka bersekutu dalam satu per tiga, sesudah sebarang wasiat yang dia mewasiatkan, atau sebarang hutang yang memudaratkan; wasiat daripada Allah, dan Allah Mengetahui, Penyantun.

4:176. Mereka meminta satu keputusan kepada kamu. Katakanlah, "Allah memutuskan kepada kamu mengenai waris yang tidak langsung (selain ibu bapa dan anak). Jika seorang lelaki mati tanpa seorang anak, tetapi dia mempunyai saudara perempuan, dia menerima separuh daripada apa yang dia meninggalkan, dan dia (lelaki) adalah warisnya jika dia (perempuan) tidak mempunyai anak. Jika ada dua saudara perempuan, mereka menerima dua per tiga daripada apa yang dia (lelaki) meninggalkan. Dan jika ada beberapa saudara, lelaki dan perempuan, yang lelaki menerima serupa dengan bahagian dua saudara perempuan. Allah memperjelaskan kepada kamu supaya kamu tidak sesat; Allah mengetahui segala sesuatu."

5 November 2004
Ramadan 1425

Sabtu, 4 April 2009

Sakaratul Maut

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jumaat, 13 Mac 2009

Jika aku jatuh hati

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ahad, 8 Februari 2009

Golongan yang selamat dari azab kubur

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

1. Bersuci daripada hadas(wuduk).

Nabi s.a.w bersabda:

“Pada malam ini aku melihat satu keajaiban; aku melihat seorang lelaki dari kalangan umatku yg diseksa di dalam kuburnya. Maka datang amalan wuduknya dan menyelamatkannya dari azab kubur.” (Hr Tobrani)

2. Syahid fi sabilillah.

Nabi s.a.w bersabda:

“Orang yg mati syahid di sisi Allah mendapat enam perkara 1. Diampunkan dosa2nya ketika mula2 terpancut darahnya. serta melihat kedudukannya di syurga. 2. Selamat daripada azab kubur. 3. Selamat dari huru hara hari kiamat. 4. Dipakaikan dikepalanya dgn mahkota ketenangan.. Batu yaqut yg ada pdnya lebih baik drpd dunia dan seisinya. 5. Dikahwinkan dgn 72 bidadari. 6. Diizinkan utk mensyafaatkan 70 saudara maranya.”(Hr Tirmizi)

Nabi s.a.w bersabda:

“Sesiapa yg berjuang fi sabilillah dan sabar sehinggalah dibunuh atau menang maka dia tidak akan diazab dlm kuburnya selama2nya.”(Hr Hakim)

3. Ribat fi Sabilillah.

Ribat adalah menjaga tempat2 yg dilalui musuh utk masuk ke Negara Islam.

Nabi s.a.w bersabda:

“Ribat sehari semalam lebih baik drpd puasa dan qiamullail selama sebulan. Sekiranya seorang yg sedang ribat itu mati maka pahala amalannya akan berterusan, sentiasa diberi rezki dikuburnya dan selamat dari azab kubur.”(Hr Muslim)

4. Membaca surah al-Mulk

Ibnu Abbas menceritakan:

“Seorang Sahabt Nabi membina khemah diatas kubur tanpa dia menyedari ia adalah kubur. Tiba2 dia melihat seorang manusia di dalam kubur membaca surah al-Mulk sehingga habis. Maka sahbat tadi berjumpa Nabi s.a.w dan menceritakannya. Nabi s.a.w bersabda

“Surah al-Mulk adalah penegah dan penyelamat yg menyelamatkan org yg membaca serta menjaganya dr azab kubur.”(Hr Tirmizi)

5. Mati disebabkan sakit perut.
Nabi s.a.w bersabda:

"Siapa yg mati disebabkan penyakit dlm perutnya maka tidak diazab dlm kubur."(Hr Tirmizi, Ibnu Majah dan Ahmad-sahih)

6. Mati malam jumaat.

Nabi s.a.w bersabda:

"Tidak ada org Islam yg mati malam jumaat atau hari jumaat melainkan Allah akan memeliharanya dr azab kubur."(Hr Tirmizi-Doif)

"Ya Allah akhirilah kehidupan kami dengan husnul khotimah"

Rujukan: 'Alaqah bainal Ahya wal amwat oleh Dr Kamil Musa, Tuhfatul Ahwazi, sunan Ibnu Majah, Sunan Nasaie dan Musnad Imam Ahmad.

Diambil dari laman http://akhisalman.blogspot.com/2008/02/golongan-yg-selamat-dr-azab-neraka.html

Khamis, 8 Januari 2009

Video kisah nyata azab kubur

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Design by Dzelque Blogger Templates 2007-2008