Ahad, 30 Disember 2007

Pesanan Terakhir Rasulullah Pada 9 Zulhijjah

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

PADA hari ini, 9 Zulhijjah, Nabi Muhammad SAW meninggalkan pesanan terakhir dalam khutbah Baginda di Lembah Uranah, Gunung Arafah, berhampiran kota Makkah.

Khutbah terakhir Baginda pada tahun ke-10 hijrah berbunyi:"Wahai manusia, dengarlah baik-baik apa yang hendak aku katakan.

"Aku tidak mengetahui apakah aku dapat bertemu lagi dengan kamu semua selepas ini.

"Oleh itu, dengarlah dengan teliti kataku dan sampaikan ia kepada orang yang tidak dapat hadir di sini pada hari ini.

"Wahai manusia, sebagaimana kamu menganggap bulan ini dan kota ini sebagai suci, maka anggaplah jiwa dan harta setiap orang Muslim sebagai amanah suci.

"Kembalikan harta yang diamanahkan kepada kamu kepada pemiliknya yang berhak.

"Janganlah kamu menyakiti sesiapa pun supaya orang lain tidak menyakiti kamu lagi.

"Ingatlah bahawa sesungguhnya kamu akan menemui Tuhan kamu dan Dia pasti membuat perhitungan di atas segala amalan kamu.

"Allah mengharamkan riba, justeru, segala urusan membabitkan riba dibatalkan mulai sekarang.

"Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu.

"Dia (syaitan) sudah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara besar, maka berjaga-jagalah supaya kamu tidak mengikutinya dalam perkara kecil.

"Wahai manusia, sebagaimana kamu mempunyai hak atas isteri kamu, maka mereka juga mempunyai hak di atas kamu.

"Jika mereka menyempurnakan hak mereka ke atas kamu, maka mereka juga berhak untuk diberi makan dan pakaian dalam suasana kasih sayang.

"Layani wanita kamu dengan baik, berlemah-lembutlah dengan mereka kerana sesungguhnya mereka adalah teman dan pembantu kamu yang setia.

"Dan hak kamu atas mereka adalah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang kamu tidak sukai ke dalam rumah kamu dan dilarang melakukan zina.

"Wahai manusia, dengarlah bersungguh-sungguh kataku ini, sembahlah Allah, dirikanlah sembahyang lima kali sehari, berpuasa pada Ramadan dan tunaikan zakat daripada harta kekayaan kamu.

"Kerjakanlah `ibadat haji' jika kamu mampu.

"Ketahuilah bahawa setiap Muslim ialah saudara kepada Muslim lain.

"Kamu semua adalah sama, tidak seorang pun lebih mulia daripada yang lain kecuali dalam takwa dan beramal soleh.

"Ingatlah, bahawa kamu akan menghadap Allah pada suatu hari untuk dipertanggungjawabkan di atas segala apa yang kamu kerjakan.

"Oleh itu, awasilah supaya jangan sekali-kali kamu terkeluar daripada landasan kebenaran selepas kewafatanku.

"Wahai manusia, tidak ada lagi nabi atau rasul yang akan datang selepas aku dan tidak akan lahir agama baru.

"Oleh itu, wahai manusia, nilailah dengan betul dan fahamilah kataku yang sudah aku sampaikan kepada kamu.

"Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara yang jika kamu berpegang teguh dan mengikuti kedua-duanya, nescaya kamu tidak akan tersesat untuk selama-lamanya.

"Itulah al-Quran dan sunnahku, hendaklah orang yang mendengar ucapanku, menyampaikan pula kepada orang lain.

"Semoga orang yang terakhir lebih memahami kataku daripada mereka yang terus mendengar dariku.

"Saksikanlah Ya Allah, bahawasanya sudah aku sampaikan risalah-
Mu kepada hamba-Mu."

Sabtu, 1 Disember 2007

Onta Yang Menangis

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh



Pada suatu hari, Rasululloh *Shollallahu 'alaihi wa Sallam* masuk ke kebun seorang shohabat Anshor. Di dalam kebun itu ada seekor onta. Ketika melihat Rasululloh Shollallahu 'alahi wa Sallam, onta itu merintih dan mencucurkan air mata. Rasululloh *Shollallahu 'alaihi wa Sallam* mendatangi onta itu. Beliau mengusap punggung dan kedua telinga onta yang menangis itu. Maka onta itupun diam. Rasululloh *Shollallahu 'alaihi wa Sallam* bertanya: "Siapakah pemilik onta ini? Milik siapa onta ini?"

Maka datanglah seorang pemuda Anshor seraya berkata, "Onta ini milikku wahai Rasululloh!" Beliau bersabda, yang artinya: "
Apakah kamu tidak takut kepada Alloh, atas hewan yang Alloh kuasakan padamu? Sesungguhnya onta ini mengadu kepadaku, bahwa engkau telah membuatnya lapar dan kelelahan."

Demikianlah nasehat Rasululloh *Shollallahu 'alaihi wa Sallam* agar kita bersikap kasih dan sayang terhadap hewan peliharaan. Jangan terlalu membebaninya sehingga kelelahan apalagi sampai kelaparan.

(Sumber Rujukan: Riyadhus Sholihin hadits no. 967)

Ahad, 18 November 2007

Panduan Khusus Untuk Anak Perempuan

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


* Jangan benarkan keluar bersendirian. Pastikan ditemani oleh abang,
kakak atau adik lelaki.

* Jangan sekali-kali keluar dengan kawan lelaki.

* Lebih-lebih lagi jangan naik motosikal atau kereta bersama kawan
lelaki.

* Mesti menutup aurat dengan lengkap.

* Jangan sekali-kali keluar pada waktu malam atau sampai ke rumah
pada waktu malam.

* Jangan lalu di laluan yang sunyi, gelap, terpencil atau lalu di
kawasan yang dikenali sebagai tempat budak lelaki berkumpul.

* Jangan menerima pelawaan dari orang yang tidak dikenali untuk
ditumpangkan kenderaan atau dibelanja makan.


Wallahu'alam.

Ahad, 11 November 2007

Kalau Anak Selalu Dibentak

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bina Anak Shalih - Vol. 5, No. 7-8

"Bid…ayo mandi! Disuruh mandi saja kok malas amat!" bentak ibu Abid (7)seraya menyeret paksa anaknya yang sedang asyik bermain. "Fatma…jangan dekati kompor itu! Bahaya, tahu!" Bentak ayah Fatma yang memergoki putrinya (2) sedang mengutak-atik kompor minyak. Ketika bocah kecil itu menangis mendengar bentakan ayahnya, sang ayah malah kembali membentak, "Heh…diam!" Si kecil pun semakin ketakutan.

Membentak anak, sepertinya sudah menjadi kebiasaan sebagian orang tua. Saat melihat anak melakukan kesalahan, atau ketidakpatuhan, orang tua memang sering dibuat jengkel. Secara refleks, karena emosi, orang tua sering bermaksud 'menasihati', tapi diucapkan dengan nada tinggi. Kebiasaan ini juga lebih sering dilakukan oleh orang tua yang temperamental.

Pertanyaannya, efektifkah menasihati anak dengan bentakan? Tentu tidak,sebab kalau anak terlalu sering dibentak, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang minder, tertutup, bahkan pemberontak. Ia pun bisa menjadi temperamental dan meniru kebiasaan orang tuanya, suka membentak. Dalam Nikah edisi Juni 2006 sudah dibahas cara menasihati anak secara efektif (Menegur Perilaku, Menghargai Pelaku). Pada edisi kali ini, akan dipaparkan beberapa akibat bila anak terlalu sering menerima bentakan. Selain itu, akan dibahas pula bagaimana kiat menumbuhkan kepatuhan.

*SALAH KAPRAH ORANG TUA*
Seringkali orang tua baru bertindak ketika kesalahan telah dilakukan oleh anak. Bukan mencegah, mengarahkan, dan membimbing sebelum kesalahan terjadi. Seharusnya orang tua mempertimbangkan tingkat perkembangan kejiwaan anak,sebelum membuat aturan. Jangan menyamakan anak dengan orang dewasa. Orang tua hendaknya menyadari bahwa dunia anak jauh berbeda dengan orang dewasa. Jadi, ketika menetapkan apakah perilaku anak dinilai salah atau benar, patuh atau melanggar, jangan pernah menggunakan tolok ukur orang dewasa. Harus diakui, orang tua yang habis kesabarannya sering membentak dengan kata-kata yang keras bila anak-anak menumpahkan susu di lantai, terlambat mandi,mengotori dinding dengan kaki, atau membanting pintu. Sikap orang tua tersebut seperti polisi menghadapi penjahat. Sebaliknya, orang tua sering lupa untuk memberikan perhatian positif ketika anak mandi tepat waktu,menghabiskan susu dan makanannya, serta memberesi mainannya. Padahal seharusnya, antara perhatian positif dengan perhatian negatif harus seimbang.

*PENGARUH TERHADAP ANAK *
Anak-anak yang sering diberi perhatian negatif, apalagi dengan teguran keras atau bentakan, akan mudah tertekan jiwanya. Kemungkinan ia bisa berkembang menjadi anak yang:

-* Minder*
Bila anak selalu dicela dan dibentak, dan tak pernah menerima perhatian positif saat ia melakukan kebaikan, maka ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri atau minder. Akan tertanam dalam jiwanya bahwa ia hanyalah anak yang selalu melakukan kesalahan, tidak pernah bisa berbuat kebaikan atau menyenangkan orang lain. Akibatnya, ia sering ragu-ragu atau tidak percaya diri untuk melakukan atau mencoba sesuatu karena takut salah. Misalnya, ia jadi tidak pede untuk mengaji atau membaca Al-Quran, gara-gara orang tuanya selalu membentaknya bila mendengar bacaannya salah.

-*Cuek/ tidak peduli*
Anak yang selalu dibentak juga bisa berkembang menjadi anak yang cuek dan tidak peduli. Akibat sudah terlalu sering menerima bentakan, ia malah jadi apatis, tidak peduli. Ia pun sering mengabaikan nasihat orang tuanya. Mungkin saat dibentak atau dimarahi ia terlihat diam mendengarkan, tapi sesungguhnya kata-kata orang tuanya hanya dia anggap angin lalu. Masuk ke telinga kanan lalu keluar lewat telinga kiri.

- *Tertutup*
Orang tua yang temperamental dan suka membentak, tentu akan menakutkan bagi anak. Ya, anak menjadi takut pada orang tuanya sendiri, sehingga ia tumbuh menjadi pribadi yang tertutup. Ia tak pernah mau berbagi cerita dengan orang tuanya. Buat apa berbagi kalau nanti ujung-ujungnya ia akan disalahkan? Dengan demikian, komunikasi antara orang tua dan anak tidak bisa berjalan lancar. Hal ini tentu berbahaya, karena bila menghadapi masalah dan hanya disimpan sendiri, jiwa anak bisa sangat tertekan.

- *Pemberontak/ penentang*
Anak yang bersikap menentang bisa digolongkan dalam 3 tipe. Pertama, tipe penentang aktif. Mereka menjadi anak yang keras kepala, suka membantah dan membangkang apa saja kehendak orang tua. Mereka marah karena merasa tidak dihargai oleh orang tua. Untuk melawan jelas tak bisa, karena ia hanya seorang anak kecil. Maka ia pun berusaha menyakiti hati orang tuanya. Ia akan senang bila melihat orang tuanya jengkel dan marah karena ulahnya. Semakin bertambah emosi orang tua, semakin senanglah ia. Kedua, tipe penentang dengan cara halus. Anak-anak ini jika diperintah memilih sikap diam, tapi tidak juga memenuhi perintah. Sebagaimana Abid yang disuruh mandi oleh ibunya, tapi tak juga mau beranjak dari tempatnya bermain. Saat ia ditinggalkan sendiri di kamar mandi pun, ia tidak segera mandi, malah bermain air atau kapal-kapalan. Ketiga, tipe selalu terlambat. Anak seperti ini baru mengerjakan suatu perintah setelah terlebih dahulu melihat orang tuanya jengkel, marah, dan mengomel atau membentak-bentak karena kemalasannya. Misalnya Angga yang belum mau beranjak dari tempat tidurnya bila belum dibentak atau diomeli ibunya.

- *Pemarah, **temperamental dan suka membentak*
Anak sering meniru sikap orang tuanya. Bila orang tua suka marah atau 'main bentak' karena sebab-sebab sepele, maka anak pun bisa berbuat hal yang sama. Jangan heran bila anak yang diperlakukan demikian, akan berlaku seperti itu terhadap adiknya atau teman-temannya.

*BAGAIMANA MENUMBUHKAN KEPATUHAN?*
Setelah jelas bila bentakan tidak efektif untuk menumbuhkan kepatuhan,bahkan berpengaruh negatif bagi kepribadian anak, lalu bagaimanakah cara yang baik untuk menumbuhkan kepatuhan?

*- Beri penjelasan pada anak*
Jelaskan pada anak dengan bahasa yang ia mengerti, mengapa suatu hal diperintahkan dan hal lain dilarang. Jangan sekali-sekali memberi keterangan dusta dalam hal ini.

*- Perintahkan sebatas kemampuannya*
Perintah di luar kesanggupan dan kemampuan anak justru bisa menyebabkan krisis syaraf (neurotic) dan buruk perangai. Ada pepatah mengatakan, "Jika engkau ingin ditaati, maka perintahkanlah apa yang dapat dipenuhi."
Sebaiknya perintah itu dibagi-bagi dan tuntutan pelaksanaannya pun bertahap. Untuk mengetahui sampai di mana batas kemampuan anak sesuai perkembangan usianya, diperlukan pengetahuan tersendiri. Sebaiknya orang tua memahami perkembangan anak ini.

- *Tidak berdusta atau menakut-nakuti *
Kadang orang tua mengatakan akan membelikan ini atau itu jika anak mematuhi perintahnya, tapi ternyata setelah anak patuh, orang tua tidak menepati janjinya. Itu berarti orang tua berdusta, dan bisa jadi anak tidak akan percaya lagi pada orang tuanya. Kedustaan seperti ini harus dihindari. Selain itu, orang tua juga sering menakut-nakuti anak dengan sesuatu yang seharusnya berguna baginya. Itu dilakukan karena ingin anaknya segera memenuhi perintah mereka. Misalnya menakut-nakuti anak dengan dokter, suntikan dan sebagainya. Ketakutan anak pada hal-hal tersebut bisa terbawa hingga ia dewasa.

- *Jangan bertentangan dengan naluri anak*
Gharizah atau naluri adalah kekuatan terpendam dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan beberapa pekerjaan tanpa berlatih terlebih dahulu. Janganlah orang tua melarang anak bermain, atau membongkar dan memasang sesuatu. Jangan pula melanggar kebiasaan anak kalau tidak ingin mereka menggunakan jerit tangis sebagai senjatanya. Lebih baik gharizah itu diarahkan sedemikian rupa sehingga anak bisa mengatur dirinya sendiri. Misalkan diberi perintah, "TPA nanti mulai ba'da asar lho, sekarang kan udah setengah tiga. Adik udah aja ya mainnya, dilanjutin besok aja, sekarang mandi dulu, kan udah mau adzan…". Ungkapan itu tidak melarang anak bermain,
dan tidak melanggar kebiasaan mereka bermain di tengah hari. Pemberian 'masa terbatas' ini dimaksudkan agar anak bisa mengatur jadwal kegiatannya sendiri, dan akan sangat menolong untuk melatih anak disiplin waktu. Selain itu mereka merasa dianggap mampu untuk mengatur dirinya sendiri tanpa harus didikte begini dan begitu.

*(Oel)* Referensi: *Mendidik dengan Cinta*, Irawati Istadi. Pustaka Inti.

Sabtu, 13 Oktober 2007

Salam Eid-ul-Fitr

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

sambutlah salam eid-ul-fitr dari kami sekeluarga dengan rasa girang dan gembiranya kerana berjaya menjalankan ibadah rukun islam yang ke tiga iaitu puasa sepanjang bulan ramadan.

semoga allah menerima amalan kita di bulan yang penuh berkah kerana diturunkan al qur'an sebagai petunjuk untuk kehidupan kita di dunia ini.

kami ingin mengambil kesempatan disini memohan maaf diatas segala keterlanjuran yang tidak kami sedari selama ini. harap maaf!

semoga kedatangan shawal memberi cahaya petunjuk demi mengabdikan diri kita semata-mata untuk allah dan membantu kita mengubah cara hidup agar lebih diberkati oleh allah.


salam eid-ul-fitr
ummi hanifah sekeluarga
shawal 1428

Jumaat, 12 Oktober 2007

MENGAPA WAJIB BERPEGANG KEPADA AHLI SUNNAH WAL-JAMAAH

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Diambil dari sini.

Istilah atau kalimah Ahli Sunnah wal-Jamaah sememangnya sudah tidak asing lagi kepada masyarakat Islam Nusantara. Namun, apabila membincangkan perihal Ahli Sunnah wal-Jamaah terlalu sedikit yang mengetahui pengertian kalimah ini. Oleh itu, perlulah terlebih dahulu difahami pengertiannya (istilah atau definisinya) sama ada disegi bahasa atau syara. Istilah “Ahli Sunnah wal-Jamaah” terdiri dari tiga kalimah, iaitu:

1.

Pertama: Pengertian Ahli
2.

Kedua: Pengertian Sunnah
3.

Ketiga: Pengertian al-Jamaah.

PENGERTIAN AHLI

Perkataan “Ahli” mengikut Bahasa Arab secara ringkas boleh diertikan kepada beberapa maksud, antaranya ialah:

1. Ahli bermakusd: "Pakar, Yang Berilmu atau Yang Pandai" sebagaimana firman Allah:

فَسْئَلُوْا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ.

"Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui". Al-Anbiya, 21:7.



2. Ahli yang bermaksud "Pengikut atau Anggota" satu-satu aliran (fahaman) atau kumpulan, contohnya sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah:

يَا اَهْلَ الْكِتَابِ لِمَ تَكْفُرُوْنَ بِاَيَاتِ اللهِ

"Hai Ahli Kitab! Mengapa kamu mengingkari ayat-ayat Allah padahal kamu mengetahui kebenarannya". Ali Imran, 3:70.



وَاْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا



"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan solat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya". Taha, 20:132.



Pada ayat ini ahli bermaksud anggota keluarga. Antara contoh-contoh yang lain ialah: Ahli pertubuhan, ahli parlimen, ahli mahzab, ahli sukan dan sebagainya.
PENGERTIAN SUNNAH

1. As-Sunnah: Sunnah menurut pengertian bahasa ialah: Tariqah ( الطريقة) "Jalan"[1] atau sirah (السيرة) "Sirah".[2] Sebagaimana yang dikatakan:

اَلسُّنَّةُ هِيَ الطَّرِيْقَةُ ، مَحْمُوْدَةٌ كَانَتْ اَمْ مَذْمُوْمَةٌ.



"As-Sunnah ialah jalan, sama ada yang terpuji (baik) atau yang keji (jahat)".[3]



2. As-Sunnah: Sunnah menurut syara:



"Apa yang diambil (diterima, dinukil, dipindah dan diriwayatkan) dari Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam dan para sahabat baginda berkenaan akidah dan amal". [4] Atau:



"Cara (jalan) yang dicontohkan oleh Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam yang dibina (diambil) dari kitab Allah Ta'ala (al-Quran), sunnah RasulNya dan jalan yang ditempuh oleh para sahabat sekalian yang telah diijmakkan oleh mereka".[5]
Pengertian Al-Jamaah

Al-Jamaah diambil dari kalimah (الجمع) yang boleh diertikan kepada beberapa maksud:

1. Al-Jamaah yang bermaksud:



(1). "Mengumpulkan atau menyatu-padukan yang berpecah-belah (bercerai-berai)".[6]



(2). "Bersatu dan lawannya berpecah-belah.



(3). Al-Jamaah juga (diistilahkan untuk) menunjukkan perkumpulan manusia yang bersatu untuk tujuan yang sama".[7]



2. Al-Jamaah: Golongan yang terbesar atau yang paling ramai (السواد الاعظم) dari kalangan umat Islam.[8]



3. Al-Jamaah: Golongan (kalangan) para ulama yang mujtahid.[9]



4. Al-Jamaah: Setiap Umat Islam yang bersatu

di bawah satu amir (pemerintah Islam).[10]



5. Al-Jamaah: Secara khususnya ialah para sahabat Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam.[11] Pengertian ini dapat difahami dari sabda Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam:



فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ



"Hendaklah kamu kembali (ittiba') kepada sunnahku dan sunnah para Khulafa ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk selepasku".[12]



6. Al-Jamaah: Setiap mukmin yang mengikut kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam[13] walaupun seorang diri sebagaimana athar sahih di bawah ini:



اَلْجَمَاعَةُ : هِيَ الَّتِيْ مَا اَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِيْ



"Al-Jamaah: Iaitu (sesiapa yang amal dan akidahnya mengikuti aku atau persis) serupa dengan apa yang ada pada diriku dan para sahabatku (sesiapa yang sepertiku dan para sahabatku)."[14]



اَلْجَمَاعَةُ مَا وَافَقَ الْحَقَّ وَاِنْ كُنْتَ وَحْدَكَ.



"Al-Jamaah (berjamaah) atau (yang dikatakan berada dalam jamaah) ialah apabila (engkau) mengikuti kebenaran sekalipun engkau hanya seorang diri (keseorangan)."[15]

Kebenaran adalah setiap apa saja yang didatangkan oleh Allah dan disampaikan oleh RasulNya yang dikenali sebagai al-Hak (al-Quran dan as-Sunnah). Maka Al-Jamaah yang dimaksudkan oleh syarak ialah sesiapa sahaja yang berittiba' kepada manhaj para sahabat kerana mereka sentiasa memelihara dan mengikut (berittiba') kebenaran yang telah diturunkan oleh Allah kepada RasulNya. Firman Allah:

اَلْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلاَ تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِيْنَ.



"Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu".

Al-Baqarah, 2:147.

Penafsiran yang paling tepat tentang "Jamaah" ialah:

"Mereka-mereka yang tergolong dari kalangan para sahabat kerana mereka sentiasa di atas kebenaran, ahlinya dan golongan yang teramai (السواد الاعظم) mengikut fahaman (manhaj) salaf yang hak".[16]

Dengan demikian, sesiapa sahaja yang mengikuti (ittiba') manhaj para sahabat dengan baik pasti digolongkan sebagai al-Jamaah. Walaupun al-Jamaah adalah nama sebenar bagi Ahli Sunnah wal-Jamaah, tetapi antara nama-nama lain yang diberikan ialah:

1. Ahli al-Hadis atau Ahli al-Athar.



Berkata Ibn Qaiyim rahimahullah:



"Setiap individu telah mengetahui bahawa Ahli Hadis adalah golongan yang paling benar sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Mubarak: Aku dapati agama berada pada ahli hadis percekcokkan pada golongan Muktazilah, pembohongan pada ar-Rafidah dan banyak berhelah pada Ahli ar-Rakii".[17]



2. Firqah an-Najiah (Firqah al-Mansurah) atau At-Taifah an-Najiah (at-Taifah al-Mansurah). Berkata Ibn Taimiyah rahimahullah:



"Apa yang dikatakan Firqah an-Najiah ialah pengikut para sahabat Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam. Ia adalah syiar Ahli sunnah. Dinamakan Firqah an-Najiah kerana mereka itu terdiri dari Ahli Sunnah".[18]



3. Ahli Ittiba'. Dinamakan Ahli Ittiba' kerana sentiasa berittiba' (mengikuti/mematuhi/mentaati) al-Quran, as-Sunnah Rasulullah sallallhu ‘alaihi wa-sallam serta athar para sahabat radiallahu 'anhum yang sahih.



4. Al Guraba' (الغرباء) bermaksud: "Golongan yang anih, asing, luar biasa, dagang atau sedikit" sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam:



بَدَاَ اْلاِسْلاَمُ غَرِيْبًا سَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأ فَطُوْبَى للغُرِبَاءِ.



"Islam itu bermula dengan keadaan aneh (asing/luar biasa) maka akan kembali menjadi aneh (asing/luar biasa) maka berbahagialah orang yang asing itu".[19]



نُقِلَ عَنْ سُفْيَانِ الثَّوْرِيِّ اَنَّهُ قَالَ : اِسْتَوْصُوْا بِاَهْلِ السُّنَّةِ خَيْرًا فَاِنَّهُمْ غُرَبَاءُ.



"Dinukil dari Sufyian ath-Thauri beliau berkata: Berwasiatlah kamu kepada Ahli Sunnah dengan kebaikan kerana mereka guraba".

Dengan penjelasan ini, golongan yang paling tepat dinamakan al-Jamaah atau Ahli Sunnah wal-Jamaah, Firqah an-Najiah atau nama-nama yang berkaitan dengan Jamaah Islamiyah, maka mereka ialah para sahabat, tabiin, tabiut at-tabiin dan sesiapa sahaja yang mengikut manhaj para sahabat dengan baik, terutama kalangan ulamak mujtahid yang berpegang kepada manhaj al-Kitab dan as-Sunnah.[20]

Gelaran Ahli Sunnah wal-Jamaah muncul diakhir zaman sahabat, ini berdasarkan keterangan yang diambil dari athar Ibn Abbas apabila beliau menafsirkian Firman Allah:[21]

يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ.



"Pada hari yang diwaktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram". Ali Imran, 3:106.



Menurut Ibn Abbas radiallahu ‘anhu:



"Adapun orang yang putih berseri-seri mukanya ialah Ahli Sunnah wal-Jamaah dan Ulul al-Ilm dan yang hitam muram mukanya ialah Ahli bid'ah atau orang yang sesat".[22]

Dengan berpandukan dalil dan keterangan di atas, amat tepat pengistilahan yang menetapkan bahawa orang yang paling berhak dan layak digelar atau dinamakan Ahli Sunnah Wal-Jamaah ialah sesiapa sahaja yang berpegang teguh (ittiba') kepada manhaj para sahabat, tabiin dan tabiut at-tabiin yang diistilahkan sebagai "Manhaj Salaf As-Soleh". Oleh itu, sesiapa yang tidak berpegang kepada manhaj Salaf as-Soleh adalah golongan yang berpecah (terkeluar) dari Ahli Sunnah wal-Jamaah sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam:

لَتَفْتَرِقَنَّ اُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَاحِدَة فِى الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِى النَّارِ . قِيْلَ : مَنْ هُمْ ؟ قَالَ : اَلْجَمَاعَة.



"Pasti akan berpecah-belah umatku kepada 73 firqah, hanya satu ke syurga dan 72 ke neraka. Baginda ditanya: Siapa mereka (yang ke syurga) wahai Rasulullah? Baginda bersabda: al-Jamaah".[23]

Dalil yang menjelaskan bahawa hanya sesiapa yang berpegang dan kembali kepada al-Quran, sunnah Rasulullah dan athar sahabat berhak dinamakan Ahli Sunnah wal-Jamaah yang bermanhaj salaf ialah berdasarkan hadis sahih:

مَا اَنَا عَلَيْهِ الْيَوْم وَاَصْحَابِيْ.



"(Al-Jamaah) ialah sesiapa yang seperti aku sekarang dan para sahabatku".[24]

Adalah wajib bagi setiap mukmin menjadikan akidah dan amalannya seperti yang diyakini dan dicontohkan oleh para Ahli Sunnah wa-Jamaah yang bermanhaj salaf, iaitu manhaj yang diikuti oleh para sahabat, tabiin, tabiut at-tabiin dan sesiapa saja yang mengikuti mereka dengan baik. Firman Allah:

وَكُوْنُوْا مَعَ الصَّادِقِيْنَ

"Dan hendaklah kamu bersama orang-orang siddiqin (yang benar)".

At-Taha, 20:119.

Orang-orang utama yang telah mendapat gelaran dan penghormatan sebagai syuhada', solehin dan siddiqin ialah para sahabat, maka untuk digolongkan sebagai Ahli Sunnah wal-Jamaah yang diterima oleh syara, sewajarnya seseorang itu memenuhi pensyaratan yang ditetapkan oleh hujjah-hujjah di atas, iaitu kembali kepada manhaj yang diterima oleh Rasulullah yang telah dipegang dan diamalkan oleh para sahabat. Caranya hanya dengan mengikuti, kembali dan mentaati al-Quran, as-sunnah atau wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam.

Suruhan atau perintah agar bepegang teguh dengan sunnah Rasulullah dan athar para sahabat sebagai manhaj yang terjamin terdapat di dalam al-Quran, hadith-hadith dan athar yang sahih, antaranya ialah firman Allah:

وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ

"Dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepadaKu".

Luqman, 31:15.

Orang-orang yang benar-benar mengikuti dan kembali ke jalan Allah Suhanahu wa-Ta'ala tentulah Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam dan para sahabat baginda kerana mereka sentiasa mematuhi firman Allah:

اِتَّبِعُوْا مَا اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُوْا مِنْ دُوْنِهِ اَوْلِيَاءَ قَلِيْلاً مَا تَذَكَّرُوْنَ.



"Ikutlah oleh kamu apa yang telah diturunkan kepada kamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikit dari kamu mengambil pelajaran (daripadanya)". Al-'Araf, 7:3.

Pengertian "Mengikut apa yang telah diturunkan" sebagaimana yang dimaksudkan oleh ayat di atas ialah mengikut atau kembali kepada wahyu yang berupa al-Quran dan hadis Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam. Hadis atau kata-kata Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam dinamakan sebagai wahyu berdasarkan ayat al-Quran:

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى اِنْ هُوَ اِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى



"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kamahuan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanya wahyu yang dibawakan (kepadanya)". An-Najm, 53:3-4.

Semasa Rasulullah ingin menyampaikan wasiat agar umat Islam benar-benar kembali kepada manhaj Ahli Sunnah wal-Jamaah dan meninggalkan Ahli bid'ah, tanda-tanda kesungguhan yang tergambar di wajah Rasulullah telah merubah suasana dan keadaan para sahabat di ketika itu, sehingga menggegarkan hati para sahabat dan mengalirkan air-mata mereka. Kejadian tersebut telah menunjukkan peripentingnya umat Islam berpegang dan kembali kepada pegangan Ahli Sunnah wal-Jamaah yang menjadi manhaj para sahabat sekalian. Rasulullah berwasiat:

اُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّـمْعِ وَالطَّاعَةِ وَاِنْ وَلَّى عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ ، وَاِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ مِنْ بَعْدِيْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا ، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِيْ ، تَمَسَّكُوْابِهَاوَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ، وَاِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الاُمُوْرِ، فَاِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَـلاَلَةٌ ، وَكُلَّ ضَـلاَلَةٍ فِى النَّارِ.



"Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam telah memberi peringatan kepada kami sehingga membuat hati kami bergetar dan air mata berlinangan. Kami berkata: Wahai Rasulullah! Seakan-akan ini wasiat perpisahan maka berwasiatlah kepada kami. Baginda bersabda: Aku wasiatkan kepada kamu agar tetap bertakwa kepada Allah, sentiasa mendengar dan taat walaupun yang memimpin kamu adalah seorang hamba Habsyi. Sesungguhnya sesiapa yang hidup antara kamu selepasku akan melihat ikhtilaf yang banyak, maka hendaklah kamu mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafa ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah ia dan gigitlah dengan gigi geraham. Aku peringatkan kamu tentang benda-benda yang baru kerana setiap yang baru itu bid'ah dan setiap yang bid'ah itu sesat".[25]

بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Sebahagian dari isi kandungan kertas kerja telah dikulliahkan di Pusat Islam Singapura dan di Masjid, di beberapa masjid di Negeri Perlis dan Kampung Malaysia Tambahan, Selangor Malaysia.

[1]. Lihat: لسان العرب - مادة (سنن)

[2]. Lihat: (1). مختار الصحاح Hlm. 133. ar-Razi. (2). Inilah takrif yang diberikan oleh Ibn Athir dalam النهاية فى غريب الحديث قى مادة : (سنن) Jld. 2. Hlm. 409.

[3]. Lihat: لسان العرب - مادة (سنن)

[4]. Lihat: لمعة الاعتقاد الى سبيل الرشاد Hlm. 40. al-Uthaimin.

[5]. Lihat: اهل السنة والجماعة ومنهج الاشاعرة فى توحيد الله تعالى Juz. 1. Hlm 21. Khalid bin Abdul Latif bin Muhammad Nor.

[6]. Lihat: (1). منهج اهل السنة والجماعة ومنهج الاشاعرة فى توحيد الله تعالى Juz. 1. Hlm. 20. Khalid bin Abdul Latif bin Muhammad Nor.(2). القاموس المحيط . مادة : (حمع) Hlm. 917. Al-Fairuz Abadi.

[7]. Lihat: (1) مجموعة فتاوى Jld. 3. Hlm. 157.(2). المعجم الوسيط . مادة : (جمع) Jld. 1. Hlm. 135.

[8]. Lihat: H/R At-Tabari dalam "Al-Kabir" (1/320).

[9]. (1). Ini adalah kata-kata 'Amru bin Qais dalam الابانة. Jld. 2. Hlm. 492. Ibn Battah (2). Perkataan Bukhari di dalam kitab sahihnya (13/328). (3). Turmizi dalam sunannya (4/467).

[10]. Lihat: الاعتصام Jld. 2. Hlm. 263. As-Syatibi.

[11]. Inilah yang dijelaskan oleh al-Barbahari dalam شرح السنةHlm. 22.

[12]. H/R Ahmad (4/162). Abu Daud (5/13). Turmizi (7/437) dan Ibn Majah (1/15).

[13]. Lihat: شرح السنة Hlm. 22. Al-Barbahari.

[14]. Lihat: تحفة الاحوذى(7/399-340). Berkata Turmizi: Hadis ini hasan dan gharib. Lihat: سلسلة الاحاديث الصحيحة No. 203 atau 1192. Syeikh Al Albani.

[15]. Lihat: Riwayat Baihaqi. al-Madkhali. الحوادث والبدعHlm. 22. Abu Syamah.

[16]. Lihat: اهل السنة والجماعة ومنهج الاشاعرة فى توحيد الله تعالى Juz. 1. Hlm. 23.

[17]. Lihat: Bahaya Taqlid Buta & Ta'sub Mazhab. Hlm. 81. Rasul Dahri.

[18]. Lihat: منهاج السنة Jld. 3. Hlm. 457. Ibn Taimiyah.

[19]. H/R Muslim.

[20]. Lihat: منهج اهل السنة والجماعة ومنهج الاشاعرة فى توحيد الله تعالىJuz 1 Hlm 23.

[21]. Lihat: منهج اهل السنة والجماعة ومنهج الاشاعرة فى توحيد الله تعالى Juz 1 hlm 23.

[22]. Ibid.

[23]. H/R Ibn Majah (2/1322). Hadith ini disahihkan oleh al-Haitimi dalam (الزوائد) Disahihkan juga oleh al-Iraqi di dalam (تلخيص الاحياء.

[24]. Lihat: H/R Turmizi. (تحفة الاحوذى) (7/399-240).

[25]. H/R Ahmad, Abu Daud, Turmizi dan Ibn Maja

Rabu, 10 Oktober 2007

Manhaj Salaf As-Soleh

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Salaf menurut bahasa ialah orang yang awal-awal, mula-mula atau yang terdahulu.[1] Atau pendahulu bagi suatu generasi.[2] Menurut Ibn Mansur:

"Salaf ialah sesiapa yang mendahului engkau seperti ibu bapa atau kaum kerabat yang lebih tua pada umur atau kedudukan".[3]

Kalimah salaf telah disebut di dalam al-Quran. Allah berfirman:

فَجَعَلْنَاهُمْ سَلَفًا وَمَثَلاً لِلاَخِرِيْنَ.



"Dan Kami jadikan mereka (orang-orang) yang terdahulu sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian". Zukhruf, 43:56.

Jika pengertian salaf: "Orang yang mula-mula, awal-awal atau terdahulu" maka orang-orang yang menjadi salaf kita dalam menerima, memahami, mengamalkan, mengajarkan dan memperjuangkan Islam tentulah terdiri dari para sahabat kerana mereka menerima langsung agama ini dari Naib Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam dan mereka hidup di zaman turunnya wahyu. Allah menjamin tentang kesalafan mereka sebagaimana firmanNya:

وَالسَّابِقُوْنَ اْلاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَاْلاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْاهُمْ بِاِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضَوْا عَنْهُ وَاَعَّـدَ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا اْلاَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا اَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمِ.



"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah redha kepada mereka dan mereka pun redha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya buat selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar". At-Taubah, 9:100.

Kemudian setelah sahabat tentulah para tabiin yang menerima pemahaman Islam dari para sahabat radhialllahu 'anhum dan kemudiannya pula para tabiut at-tabiin kerana mereka menerimanya dari tabiin dan selepas itu sesiapa sahaja yang berittiba’ kepada mereka dengan baik sehinggalah ke Hari Kiamat.

Para sahabat sama ada dari kalangan Muhajirin atau Ansar sudah diketahui sebagai ummah yang termula, mereka adalah manusia yang terdahulu atau terawal menerima Islam, oleh sebab itu mereka adalah benar-benar Salaf as-Soleh yang paling soleh dan terbaik untuk diikuti manhajnya, malah manhaj mereka telah dijamin sebagai manhaj yang paling baik dan selamat sebagaimana firman Allah Subhanahu wa-Ta’ala:

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَاْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ.



"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang makruf dan menegah dari yang mungkar serta beriman kepada Allah". Ali Imran, 3:110

Yang dimaksudkan "Kamu adalah umat yang terbaik" Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam para sahabat. Mereka dianggap oleh al-Quran sebagai sebaik-baik ummah kerana mereka sentiasa berpegang kepada manhaj al-Quran dan as-Sunnah. Menurut hadis sahih, selain para sahabat maka para tabiin dan tabiut at-tabiin telah digolongkan juga sebagai sebaik-baik ummah yang selamat manhajnya. Sebagaimana sabda Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ.



"Sebaik-baik generasi ialah generasiku, kemudian orang-orang yang sesudahnya (tabiin) dan kemudian orang-orang yang sesudahnya (tabiut at-tabiin)".[4]

Mereka (para sahabat radiallahu ‘anhum) digelar sebagai sebaik-baik generasi kerana manhaj mereka hanyalah manhaj al-Quran dan al-Hadis dalam setiap urusan agama mereka. Mereka sentiasa mematuhi suruhan Allah dan RasulNya agar berittiba' kepada wahyu Allah sebagaimana firmanNya:

وَاتَّبِعُوْا اَحْسَنَ مَا اُنْزِلَ اِلَيْكُمْ مِنْ رَّبِّكُمْ مِنْ قَبْلِ اَنْ يَاْتِيَكُمُ الْعَذَابُ بَغْتَةً وَاَنْتُمْ لاَتَشْعُرُوْنَ.



"Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyedarinya". Az-Zumar, 39:55.

Yang dimaksudkan (اَحْسَنَ مَا اُنْزِلَ): "Sebaik-baik apa yang telah diturunkan" ialah “al-Quran”, kerana al-Quran keseluruhannya hanya dipenuhi oleh perkara-perkara yang terbaik (amat sempurna).[5] Para sahabat ditarbiyah (dididik) oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam dengan wahyu (al-Quran dan sunnah) yang sedang diturunkan, oleh sebab itu mereka adalah manusia yang paling baik, mulia dan sempurna sebagaimana yang telah dijelaskan di surah Ali Imran, 3:110.

Ibn Taimiyah rahimahullah telah memfatwakan tentang penentuannya siapa sebenarnya mereka yang berhak bergelar Ahli Sunnah wal-Jamaah yang bermanhaj Salaf as-Soleh sehingga setiap orang yang beriman diwajibkan bermanhaj dengan manhaj mereka:

اَنَّ اَهْلَ السُّـنَّةِ هُمُ الَّذِيْنَ الْمُتَمَسِّـكُوْنَ بِكِتَابِ اللهِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلِيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ السَّابِقُوْنَ اْلاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهَاجِرِيْنَ وَاْلاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍ.



"Ahli Sunnah ialah mereka yang berpegang dengan kitab Allah (al-Quran) dan Sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam (Hadis sahih) dan apa yang disepakati oleh orang-orang pendahulu yang awal (salaf) yang terdiri dari kalangan Muhajirin dan Ansar dan juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik".[6]



Seterusnya beliau berkata:



فَمَنْ قَالَ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَاْلاِجْمَاعِ كَانَ مِنْ اَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ.



"Maka sesiapa yang berkata-kata berdasarkan al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah serta ijmak maka ia adalah tergolong dalam golongan Ahli Sunnah wal-Jamaah".[7]

Dalam persoalan manhaj, Ibn Taimiyah rahimahullah menjelaskan tentang wajibnya kita bermanhaj Salaf as-Soleh kerana ia memenuhi tuntutan berjamaah sebagaimana yang disyaratkan oleh Nabi sallallahu 'alaihi wa-sallam tentang jamaah iaitu:

"Yang sepertiku (yang seperti manhaj Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam) dan (manhaj) para sahabatku".



Oleh sebab itu Ibn Taimiyah menekankan:



لاَ عَيْبَ عَلَى مَنْ اَظْهَرَمَذْهَبَ السَّلَفِ وَانْتَسَبَ اِلَيْهِ وَاعْتَزَى اِلَيْهِ بَلْ يَجِبُ قُبُوْل ذَلِكَ مِنْهُ بِاْلاِتِّفَاقِ فَاِنَّ مَذْهَبَ السَّلَفِ لاَ يَكُوْنُ اِلاَّ حَقًّا.



"Tidak akan menjadi 'aib (kesalahan) bagi seseorang mengakui sebagai bermazhab (bermanhaj) salaf, menasabkan dirinya kepada salaf dan berbangga dengan salaf. Malah wajib menerima mazhab (manhaj) salaf sebagaimana yang telah disepakati. Sesungguhnya mahzab salaf tidak lain hanyalah mazhab yang sebenarnya (hak)".[8]

Ibn Hajar al-Qatari rahimahullah pula berkata tentang manhaj Salaf as-Soleh:

فَالْمُرَادُ بِمَذْهَبِ السَّـلَفِ : مَا كَانَ عَلَيْهِ الصَّحُابَةُ الْكِرَامُ رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِمْ وَالتَّابِعُوْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَاَتْبَاعُهُمْ.



"Maka apa yang dimaksudkan sebagai mazhab (manhaj) salaf ialah sebagaimana yang telah diikuti oleh para sahabat yang mulia yang mana mereka sekalian telah diredhai oleh Allah, begitu juga para tabiin yang mengikuti mereka dengan baik (seterusnya tidak terkecuali orang-orang yang kemudiannya) yang mengikuti mereka sekalian sehinggalah ke Hari ad-Din".

Mahmud Muhammad Khufaji pula menulis tentang manhaj Salaf as-Soleh:



وَلَيْسَ هَذَا التَّحْدِيْد الزَّمَنِيْ كَافِيًا فِى ذَلِكَ بَلْ لاَبُدَّ اَنْ يُضَافَ اِلَى هَذَا السَّبَق الزَّمَنِي مُوَافَقَة الرَّاْي لِلْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ نَصًّا وَرَوْحًا فَمَنْ خَالَفَ رَاْيُهُ الْكِتَابَ وَالسُّنَّة فَلَيْسَ بِسَلَفِى وَاِنْ عَاشَ بَيْنَ اَظْهُرِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْ التَّابِعِيْنَ.



"Bukanlah penentuan zaman sudah memadai dalam perkara ini (menentukan seseorang itu salafi), tetapi di samping penentuan tersebut (bahawa salaf bukan sahaja generasi yang berada) di zaman (para sahabat) yang berlalu zamannya, malah perlulah ada kesepakatan pandangan mereka dengan al-Kitab dan as-Sunnah, jika tidak, maka dia tidak boleh dinamakan salafi sekalipun ia hidup di tengah-tengah para sahabat, tabiin dan tabiut at-tabiin".[9]

MANHAJ SALAF AS-SOLEH

Untuk mengenal manhaj para Salaf as-Soleh dalam memahami agama Islam dapat diringkaskan kepada beberapa bahagian:

Pertama: Manhaj Salaf as-Soleh ini dikenali juga dengan istilah manhaj Ahli Sunnah wal-Jamaah. Manhaj ini hanya memberi penumpuan kepada dalil-dalil dari al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah secara langsung kerana tidak terdapat masalah yang tidak boleh diselesaikan dengan ayat al-Quran atau hadis yang sahih atau melalui kedua-duanya sekali.



Pegangan Ahli Sunnah wal-Jamaah yang mengikut manhaj Salaf-Soleh amat berbeza dengan manhaj sufi falsafi, Muktazilah dan ahli kalam dari golongan Asy’ariyah, Maturidiyah dan firqah-firqah yang seumpamanya, kerana golongan Salafi (yang bermanhaj Salaf as-Soleh) lebih mementingkan al-Quran, as-Sunnah serta athar para sahabat radhiallahu ‘anhum.



Golongan ini (sufi falsafi, Muktazilah, ahli kalam, Asya’rah, al-Maturidiyah dan firqah yang seumpama mereka) hanya menerima apa yang sesuai dengan akal fikiran mereka, kalau terdapat dalil yang bertentangan dengan akal fikiran mereka nescaya mereka tolak walaupun merupakan hadis yang sahih. Itulah sebabnya mereka digelar ‘Aklaniyun (عَقْلاَنِيُّوْن) “Penyembah Atau Pemuja Akal” atau digelar juga sebagai ahlu al-ahwa (اَهْلُ الاَهْوَاء) “Penyembah Atau Pemuja Hawa Nafsu”.



Kedua: Manhaj Salaf as-Soleh hanya menggunakan istilah-istilah dari syara (اَلشَّرْعِيَّةُ) apabila menyatakan atau menjelaskan persoalan akidah sama ada untuk menerangkan atau membantah mereka yang khilaf.



Ketiga: Manhaj Salaf as-Soleh amat kurang menggunakan pentakrifan dalam persoalan akidah, tetapi diberi ruang seluas-luasnya di segi fikhiyah atau muamalah.



Keempat: Membentangkan persoalan akidah dengan uslub (gaya/metod) bahasa yang mudah sehingga hampir tidak ada perkara yang tersembunyi.



Kelima: Menyelesaikan setiap persoalan dengan contoh yang sederhana, dengan kalimah yang ringkas dan mudah yang dirujukkan kepada al-Quran dan as-Sunnah (hadis-hadis sahih).



Keenam: Memuliakan dan mematuhi setiap nas-nas yang warid (yang terdapat dan diambil) dari al-Quran atau as-Sunnah dan tidak keluar dari makna al-Quran yang difahami oleh Bangsa Arab (Bahasa Arab asli/tulin). Dan tidak akan lari dari makna al-Quran menurut Bahasa Arab kerana hanya Bangsa Arab yang benar-benar memahami bahasa mereka dan dalil-dalil yang qat’ei (قطعي) dari al-Quran, al-hadis dan athar sahabat yang semuanya berbahasa Arab yang tulin.

SELAIN AHLI SUNNAH

Pencinta bid'ah (مُبْتَدِعٌ) atau sesiapa pun yang gemar mengerjakan bid'ah, maka ia tidak boleh dinamakan sebagai Ahli Sunnah wal-Jamaah. Kerana kalimah yang bertentangan dengan sunnah ialah bid’ah (sunnah lawannya bid’ah). Menurut Syeikh Abdul Rahman As-Su'di rahimahullah pula, Ahli Sunnah adalah golongan yang sentiasa menjauhi perbuatan bid'ah, beliau berkata:

فَاَهْلُ السُّـنَّةِ السَّـالِمُوْنَ مِنَ الْبِدْعَةِ الَّذِيْنَ تَمَسَّكُوْا بِمَا كَانَ عَلَيْهِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَصْحَابه فِى اْلاُصُوْلِ كُلِّهَا.



"Maka Ahli Sunnah ialah mereka yang menyelamatkan diri mereka (dari melakukan) bid'ah, mereka adalah orang-orang yang benar-benar bepegang teguh dengan apa yang telah dilaksanakan (dicontohkan) oleh Nabi sallallahu 'alaihi wa-sallam dan para sahabat baginda terutama dalam keseluruhan perkara-perkara pokok (yang paling penting)".[10]

Ahli Sunnah wal-Jamaah yang bermanhaj Salaf as-Soleh sentiasa berpegang teguh kepada al-Kitab (al-Quran) dan as-Sunnah kerana hanya itulah penyelamat dari kesesatan, itulah juga yang diwasiatkan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا لَنْ تَضِلُّ بَعْدَهُ اِنْ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كَتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ.



"Sesungguhnya aku tinggalkan kepada kamu dua perkara yang mana kamu tidak akan sesat buat selama-lamanya selagi berpegang dengan keduanya, iaitu Kitab Allah (Al-Quran) dan sunnah RasulNya".[11]

Sebenarnya punca utama lahirnya gelaran Ahli Sunnah wal-Jamaah ialah lantaran munculnya golongan Ahli Ahwa (اهل لاهواء) [12] yang dikenali juga sebagai Ahli bid'ah(مبتدع) . Menurut ahli ilmu, sunnah lawannya bid'ah dan jamaah pula lawannya firqah (perpecahan).

Oleh sebab yang demikian, penentangan Ahli Sunnah wal-Jamaah terhadap Ahli Bid'ah bermula sejak kelahiran Ahli Bid'ah tersebut dan tidak pernah berkesudahan sehinggalah ke hari ini. Ahli bid'ah adalah ahli firaq (golongan yang berpecah atau hizbi), kenyataan ini telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam sebagaimana yang dapat difahami melalui sabda baginda:

اِنَّ اَهْلَ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا فِى دِيْنِهِمْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةٍ وَاِنَّ هَذِهِ اْلاُمَّةِ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةٍ كَلُّهَا فِى النَّارِ اِلاَّ وَاحِدَ وَهِيَ الْجَمَاعَة.



"Sesungguhnya Ahli Kitab berpecah dalam agama mereka kepada 72 millah. Sesungguhnya umat ini akan berpecah kepada 73 millah semuanya ke neraka kecuali yang satu iaitu al-Jamaah.[13]



عَنْ عَبْـدِ اللهِ بْنِ عَمْرُو : وَتَـفْتَرِقْ اُمَّتِيْ عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْـعِيْنَ مِلَّةً كَلُّهَا فِى النَّارِ اِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً : مَا اَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِيْ.



"Dari Abdullah bin 'Amr: Berpecah umatku kepada 73 perpecahan semuanya ke neraka kecuali millah yang satu, iaitu sesiapa yang sepertiku dan para sahabatku".[14]

Berkata Abu Muhammad Al-Yamani[15]:

"Sesungguhnya golongan yang benar-benar memberi (orang lain) petunjuk dan mendapat petunjuk serta mengajak kepada kejayaan dan mendapat kejayaan ialah[16] kalangan Ahli Sunnah wal-Jamaah, mereka adalah golongan yang satu (فرقة واحدة) atau al-Jamaah”.


MANHAJ AHLI SUNNAH WAL-JAMAAH

Manhaj menurut pengertian bahasa ialah jalan yang jelas, mudah dan terang. Kalimah ini terdapat di dalam al-Quran, antaranya firman Allah:

لِكُلِّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمَنْهَاجًا.



"Untuk tiap-tiap umat (di antara kamu) Kami berikan aturan dan jalan yang terang". Al-Maidah, 5:48.

Kalimah manhaj (منهاج) di ayat ini diterjemahkan "Jalan yang terang" dan ia dimaksudkan juga sebagai (سَبِيْلاً) "Jalan" atau (سُنَّةً) "Sunnah".[17]

Menurut Imam Ibn Kathir dan as-Syaukani yang dinukil dari Abi Abbas Muhammad bin Yazid, apa yang dimaksudkan manhaj ialah:

اَمَّا الْمَنْهَجُ : فَهُوَ الطَّرِيْقُ الْوَاضِحُ السَّهْلُ.



"Adapun apa yang dimaksudkan sebagai manhaj ialah: Jalan yang terang dan mudah".[18]

Terdapat banyak dalil-dalil syarak dan fatwa-fatwa ulamak muktabar yang menjelaskan tentang wajibnya berpegang kepada manhaj (jalan/sunnah) Ahli Sunnah wal-Jamaah. Kerana Ahli Sunnah wal-Jamaah sentiasa berpegang kuat (ittiba') kepada sunnah atau syarak (Al-Quran, al-Hadis dan athar-athar yang sahih). Sesiapa yang tidak berpegang dengan sunnah maka dia tidak boleh dinamakan sebagai Ahli Sunnah wal-Jamaah kerana mereka terkeluar dari manhaj salaf yang menjadi asas Ahli Sunnah wal-Jamaah.

Gelaran Ahli Sunnah wal-Jamaah hanya layak disandang oleh mereka yang benar-benar berjalan di atas landasan (صراط) yang dilalui oleh Ahli Sunnah wal-Jamaah yang telah dicontohkan oleh para Salaf as-Soleh (Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam, para sahabat, tabiin, tabiut at-tabiin) dan mereka yang mengikut jalan (manhaj) Salaf a-Soleh dengan baik. Allah berfirman:

وَاَنَّ هَذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ.



"Dan bahawasanya (Yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain). Kerana jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa".

Al-An'am, 6:153.



عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْـعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : خَطَّ لَنَا رَسُـوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَـلَّمَ يَوْمًا خَطًّا ثُمَّ قَالَ : هَذَا سَـبِيْلُ اللهِ وَخَطَّ خُطُوْطًا عَنْ يَمِيْنِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ : هَذِهِ سُبُلٌ مِنْهَا شَيْـطَانٌ يَدْعُوْا اِلَيْهِ ثُمَّ تَلاَ : وَاَنَّ هَذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّـبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ.



"Dari Abdullah bin Masoud radiallahu 'anhu berkata: Pada suatu ketika Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam telah menggariskan kepada kami suatu garisan lalu bersabda: Inilah jalan Allah, kemudian menggariskan beberapa garisan di sebelah kanannya dan di sebelah kirinya lalu bersabda: Inilah jalan-jalan yang pada setiap jalan ada satu syaitan yang menyeru kepada jalan tersebut. Kemudian baginda membacakan ayat: Sesungguhnya inilah jalan Ku yang lurus maka ikutilah jalan tersebut dan janganlah kamu ikuti jalan-jalan (yang banyak itu) kerana jalan-jalan tersebut mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertakwa".[19]

لاَيَسْتَقِم قَوْلٌ وَعَمَلٌ اِلاَّ بِمُوَافَقَتِهِ السُّنَّةِ.

"Tidak akan lurus (betul) perkataan dan amalan kecuali setelah perkataan dan amal tersebut menepati as-Sunnah".[20]



KEMBALI KEPADA

Kembali kepada Ahli Sunnah wal-Jamaah adalah tuntutan syarak. Pengistilahan Ahli Sunnah wa-Jamaah diberikan kepada sesiapa sahaja yang berpegang kuat dengan sunnah yang telah dicontohkan (digariskan) oleh Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam kemudian meninggalkan bid'ah (tidak melakukan/tidak menambah) apa yang tidak diperintahkan. Inilah peraturan, cara atau manhaj yang telah ditetapkan oleh syarak sebagaimana yang dijelaskan oleh ayat berikut:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُوْلِ اللهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلاَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا.



"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (iaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah".

Al-Ahzab, 33:21.



مَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِيْ فَلَيْسَ مِنِّيْ.



"Barangsiapa yang meninggalkan sunnahku maka dia bukanlah dari golonganku".[21]



كُلُّ اَمْرٍ لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.



"Setiap perkara yang bukan atas perintah kami maka ia tertolak".[22]

Imam asy-Syafie rahimahullahu 'anhu sentiasa mengajak orang-orang yang beriman agar kembali kepada manhaj Ahli Sunnah wal-Jamaah, iaitu dengan kembali kepada manhaj hadis yang diwarisi dari para sahabat dan setiap yang bertentangan dengan manhaj tersebut perlu ditinggalkan:

وَمِنْ كَلاَمِ الشَّافِعِي رَحِمَهُ اللهُ : اَلْحَدِيْثُ مَذْهَبِيْ فَمَا خَالَفَهُ فَاضْرِبُوْا بِهِ الْخَائِطِ.



"Antara penjelasan Syafie rahimahullah: Al-Hadis adalah mazhabku maka apabila ada yang menyalahi (bertentangan) dengan hadith, maka lemparkanlah oleh kamu (kata-kataku) ke tembuk".[23]



قَالَ اْلاِمَامُ الشَّافِعِيُّ : كُلُّ مَا قُلْتُ وَكَانَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خِلاَفُ قَوْلِيْ مِمَّا يَصِح ، فَحَدِيْثُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَوْلَى وَلاَ تُقَلِّدُوْنِيْ.



"Berkata Imam Syafie: Setiap apa yang telah aku katakan dan ada perkataanku itu yang bertentangan dengan (hadis) yang sahih, maka hadith Nabi sallallahu 'alaihi wa-sallam adalah lebih diutamakan dan janganlah kamu sekalian bertaqlid denganku".[24]

Diharamkan kepada setiap mukmin meninggalkan sunnah (hadis sahih) Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wa-sallam kerana terpengaruh dengan pendapat atau kata-kata seseorang. Imam Syafie menjelaskan:

قَالَ اْلاِمَامُ الشَّافِعِيُّ : اَجْمَعَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى اَنَّ مَنِ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةَ رَسُوْلَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَحِلُّ لَهُ اَنْ يَدَعَهُ لِقَوْلِ اَحَدٍ.



"Berkata Imam Syafie: Telah ijmak (sepakat) seluruh muslimin bahawa sesiapa yang tegak di atas sunnah Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam tidak dihalalkan baginya meninggalkan lantaran (terpengaruh) kata-kata seseorang".

Menurut Imam Syafie rahimahullah, tidak seorangpun manusia selain Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam diberi hak oleh Allah untuk menentukan halal atau haramnya sesuatu masalah dalam agama. Malah tidak seorang insanpun pernah diberi keizinan untuk menolak hadis yang sahih yang menjadi manhaj para Salaf as-Soleh. Imam Syafie juga membenci mereka yang ghulu, ta'asub (fanatik) dan bertaqlid buta kepada pendapat seseorang sehingga meninggalkan (menolak) hadis yang sahih, kerana perbuatan tersebut boleh membawa kepada kekufuran atau kesyirikan sebagaimana penjelasan beliau:

وَقَالَ اْلاِمَامُ الشَّافِعِيُّ : مَنْ قَلَّدَمُعُيَّنًا فِىتَحْرِيْمِ شَيْءٍ اَوْ تَحْلِيْلِهِ وَقَدْ ثَبَتَ فِى الْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ عَلَى خِلاَفِهِ وَمَنْعِهِ التَّقْلِيْدِ عَنِ الْعَمَلِ بِالسُّنَّةِ فَقَدْ اِتَّخَذَ مَنْ قَلَّدَهُ رَبًّا مِنْ دُوْنِ اللهِ تَعَالَى.



"Berkata Imam Syaifie rahimahullah: Sesiapa yang bertaqlid pada sesuatu dalam pengharaman sesuatu atau penghalalannya sedangkan telah nyata hadis sahih yang bertentangan dengannya dan menegah dari betaqlid kerana telah diperintahkan (diwajibkan) beramal dengan sunnah, maka dia telah mengambil orang yang ditaqlidkan sebagai tuhan selain Allah Ta'ala".[25]

Imam Syafie tidak pernah mengizinkan seseorang itu menganggap baik (istihsan) terhadap apa sahaja yang dibuat, dicipta dan diada-adakan di dalam agama jika semuanya itu tidak ada dalilnya dari syarak yang membolehkan:

قَالَ اْلاِمَامُ الشَّافِعِيُّ : لَيْسَ ِلاَحَدٍ دُوْنَ الرَّسُوْلِ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْ يَقُوْلَ اِلاَّ بِاْلاِسْتِدْلاَلِ وَلاَ يَقُوْلُ بِمَا اسْتَحْسَنَ فَاِنَّ الْقَوْلَ بِمَا اسْتَحْسَنَ شَيْءٌ يُحْدِثهُ لاَ عَلَى مِثَالٍ سَابِقٍ.



"Berkata Imam Syafie: Tidak dibolehkan bagi seseorang selain Rasulullah sallallahu 'alaihi wa-sallam untuk berkata (tentang agama) kecuali dengan berdalil, tidak boleh berkata walaupun dengan suatu yang istihsan (dianggap baik), kerana sesungguhnya mendakwa dengan menyangka sesuatu ciptaan itu baik adalah sesuatu yang sengaja diada-adakan (bid'ah) yang tidak ada contoh sebelumnya".[26]



Imam Syafie juga memberi amaran perbuatan yang menyalahi sunnah, antaranya ialah mencipta sesuatu dalam agama yang dianggap baik:



مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ ، وَمَنْ شَرَعَ فَقَدْ كَفَرَ



"Sesiapa yang beristihsan (menganggap baik sesuatu yang diada-adakan setelah sempurnanya syarak) maka dia telah mencipta syarak dan sesiapa yang mencipta syarak maka dia telah kafir".



قَالَ اْلاِمَامُ الشَّافِعِيُّ : وَاَمَّااَنْ نُخَالِفَ حَدِيْثًا عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَابِتًا عَنْهُ فَاَرْجُوْا اَنْ لاَ يُؤْخَذُ ذَلِكَ عَلَيْنَا اِنْ شَآءَ اللهُ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلاَحَدٍ وَلَكِنْ قَدْ يَجْهَلُ الرَّجُلُ السُّنَّةَ فَيَكُوْنُ لَهُ قَوْلٌ يُخَالَفُهَا لاَ اَنَّهُ عَمَدَ خِلاَفهَا وَقَدْ يَغْفلُ وَيُخْطِىءُ فِى التَّاْوِيْلِ.



"Adapun untuk kita menyalahi hadis Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam yang nyata dari baginda, maka saya mengharapkan dari kamu tidak akan berlaku seperti itu ke atas kita Insyak Allah. Tidaklah terjadi hal seperti itu ke atas seorang kecuali kerana kejahilannya terhadap sunnah sehingga ia akan memperkatakan apa yang menyalahinya. Bukan lantaran ia sengaja menyalahinya tetapi ada kalanya berpunca kerana kebodohannya sehingga melakukan kesalahan dalam mentakwilkan (menerangkan)nya".[27]

Dengan segala hujjah-hujjah yang telah ditampilkan, sama ada dari al-Quran, al-Hadis, athar-athar sahabat atau fatwa-fatwa para ulamak muktabar, maka diharapkan penjelasan ini dapat difahami dan memberi kesedaran kepada kita semua yang mencintai sunnah, dan inilah juga merupakan jawapan kepada soalan "Kenapa Kita Berpegang Kepada Ahli Sunnah Wal-Jamaah?".

والله اعلم

سبحانك اللهم وبحمدك اشهد ان لا اله الا انت استغفرك واتوب اليك . وصلى الله على محمد وعلى آله واصحابى اجمعين.

[1]. Lihat: معجم مقايس اللغةJld. 3. Hlm. 95. Ibnu Faris.

[2]. Lihat: القاموس المحيط Al-Fairuz Abadi.

[3]. Lihat: Lisan (9/159). Lihat juga: المفسرون للمغراوى Jld. 1. Hlm. 18.

[4]. H/R Bukhari.

[5]. Lihat: Tafsir al-Qurtubi, jld. 15 hlm. 270. Dan tafsir at-Tabari, jld. 13 hlm. 23.

[6]. Lihat: مجموعة الفتاوىJld.3 Hlm. 375. Ibn Taimiyah.

[7]. Ibid. Hlm. 346.

[8]. Lihat: مجموعة الفتاوى Jld. 4. Hlm. 149. Ibn Taimiyah.

[9]. Lihat: العقيدة الاسلامية بين السلفية والمعتزلة تحليل ونقدJuz. 1. Hlm. 20-21. Mahmud al-Khufaji.

[10]. Lihat: الفتاوى السعدية hlm. 63. Abdul Rahman an-Nasr as-Su'di.

[11]. H/R Muslim (2137) Al-Haj. Abu Daud (1628). Al-Mnasik, Ibn Mahaj (3060) al-manasik.

[12]. Lihat: اهل السنة والجماعة ومنهج الاشاعرة فى توحيد الله تعالى Juz. 1. Hlm. 24. Khalid bin Abdul Latif bin Muhammad Nor.

[13]. H/R Ibn Majah (2/1322). Ibn Abi 'Asim dalam sunnah hlm. 32.

[14]. Lihat: تحفة الاحوذى (7/399-340).

[15]. Abu Muhammad al-Yamani ialah ulama kurun keenam hijrah.

[16]. Lihat: عقائد الثلات والسبعين فرقة Jld. 1. Hlm. 10. Abi Muhammad al-Yamani. Tahqik Muhammad bin Abdullah Zarban al-Gamidi.

[17]. Lihat: منهج اهل السنة والجماعة ومنهج الاشاعرة فى توحيد الله تعالى. Juz. 1. Hlm. 50. Khalid bin Abdul Latif bin Muhammad Nor.

[18]. Lihat: تفسير ابن كثير. Jld. 2. Hlm. 66. Dan lihat: فتح القدير Jld. 2. hlm. 48. As-Syaukani.

[19]. H/R Ahmad di "Musnad" Jld. 1. Hlm. 435. Al-Hakim di "al-Mustadrak" Jld. 2. Hlm. 318. Ibn Abi 'Asim (17) di As-Sunnah" Hlm. 13.

[20]. Lihat: تلبيس ابليس hlm. 9. Ibn Qaiyim. Az-Zahabi مقدمة الجرح والتعديل (1/122).

[21]. H/R Bukhari (9/5063). Muslim (2/1401). Ahmad (2/158). Ibn Abi 'Asim (1/62).

[22]. H/R Bukhari (2697). Muslim (1718).

[23]. Lihat: الاعتصام Jld. 2. Hlm. 346. asy-Syatibi.

[24]. Lihat: اعلام الموقعين (17). Ibn Qaiyim al-Jauzi.

[25]. Lihat: هل المسلم ملزم باتباع مذهب معين من المذاهب الاربعة Hlm. 69. Muhammad Sultan Al-Maksumi.

[26]. Lihat: الرسالة No. 70.

[27]. Ibid. Hlm. 595-599.

Khamis, 27 September 2007

Ramadan

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ramadan
sebelum kau datang aku menanti dan merinduimu
kini kau disini
aku merasakan keistemewaanmu dan bersemangat melakukan ibadah kepadaNya
menjelang pemergianmu
aku semakin berlumba-lumba untuk mendapatkan kemaafan dariNya
bila kau berlalu pergi
akan aku nilai apakah amalanku akan diterima olehNya

Ahad, 23 September 2007

Kaji Sikap Ibu Terhadap Anak-anak.

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Semoga Allah melimpahkan kasih saying dan rahmatnya kepada roh adik Nurin Jazlin. Amin.

Alhamdulillah, marilah kita mengambil hikmah, iktibar dan pengajaran dari musibah yang berlaku baru-baru ini.

Apakan peranan kita sebagai seorang ibu? Patutkah kita menyalahkan diri kita sendiri? Kajilah sikap diri kita terhadap anak-anak.

Apakan kasih saying yang kita berikan untuk anak-anak itu ikhlas kerana Allah?
Atau kita mengharapkan balasan yang berupa kebendaan bila mereka dewasa nanti!

Apakan kita memberikan pendidikan yang seimbang kepada anak-anak?
Atau kita mementingkan pendidikan akedemik dari pendidikan rohani

Apakah kita mendidik anak-anak untuk mengenal Allah?
Atau kita medidik mereka untuk lupakanNya degan kesibukan dunia!

Apakah kita bertanggung jawab mendidik anak-anak kerana Allah akan menanya kita di akhirat kelak?
Atau kita serahkan kepada pembantu, guru-guru dan yang lain!

Apakah kita memberi perhatian apabila mereka berbicara kepada kita?
Atau kita tidak mengindahkan mereka dengan kata-kata pergi tanya ayah sebab ibu sibuk ni!

Apakan kita menanamkan keimanan dalam hati anak-anak?
Atau kita menanam kemungkaran sehingga mereka menolak fitrah!

Apakan kita meluangkan waktu untuk bermain-main dengan anak-anak?
Atau kita menyuruh mereka pergi bermain dengan video game yang bertemakan keganasan!

Apakah kita meyedarkan anak-anak dengan dasar-dasar akhlak yang mulia?
Atau kita serahkan kepada TV untuk menerap dasar-dasar yang tidak bermoral!

Apakah kita mengamalkan berdoa untuk anak-anak?
Atau kita lalai atau kurang berdoa untuk mereka!

Apakah kita memberi motivasi atau dorongan yang positif kepada anak-anak?
Atau kita menakutkan mereka dengan kekerasan dan paksaan!

Apakah kita menegur anak-anak dengan penuh kasih saying?
Atau dengan mengeluarkan kata-kata kasar dan makian!

Apakan kita membersihkan hati anak-anak kita daripada sifat yang keji?
Atau kita kotorinya dengan sifat-sifat yang keji!

Apakah kita menunjukkan penampilan diri yang bersesuaian dangan syarak kepada anak-anak?
Atau kita berpakaian seksi dihadapan mereka!

Apakah kita menanam rasa cinta dan takut kepada Allah dan cinta akhirat dalam hati anak-anak?
Atau kita tanam dengan sifat remeh cintakan dunia yang tidak mempunyai nilai apa-apa!

Kajilah diri sendiri dan buatlah perubahan sikap kerana anak-anak akan mencerminkan pribadi kita nanti...

Isnin, 17 September 2007

Membaca Al-Quran

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Aisyah r.a meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW pernah bersabda: " Seseorang yang ahli di dalam al-Qu'ran akan berada di kalangan para malaikat yang mana mereka itu adalah pencatit- pencatit mulia dan lurus, dan seseorang yang tidak lancar di dalam membaca al-Qu'ran dan terpaksa bertungkus-lumus mempelajarinya akan mendapat ganjaran yang dua kali ganda,"

Keterangan

"Seseorang yang ahli di dalam al-Quran" bermakna seseorang yang cekap menghafal dan juga membacanya. Adalah lebih terpuji jika seseorang itu menguasai makna dan juga kepentingannya."“Akan berada di kalangan malaikat-malaikat" bermakna seumpama malaikat-malaikat yang memindahkan al-Qu'ran daripada Luh Mahfuz (kitab yang terpelihara di sisi Allah), ia juga menyampaikannya kepada orang lain melalui pembacaannya, dengan ini kedua-duanya mempunyai pekerjaan yang sama, atau ia akan berada bersama-sama dengan malaikat-malaikat di hari pengadilan.Seseorang yang tidak lancar akan mendapat ganjaran dua kali ganda. Satu untuk pembacaannya dan satu lagi kerana usahanya membaca al-Quran walaupun ia tersekat-sekat beberapa kali. Ini tidaklah bermakna bahawa ganjaran untuknya akan melebihi daripada seseorang yang ahli. Ganjaran untuk orang yang ahli yang dinyatakan adalah begitu tinggi sekali sehingga ia akan berada di kalangan para malaikat yang khusus. Penjelasannya adalah bahawa di dalam usahanya membaca al-Quran di samping segala kesukaran-kesukaran dan pembacaan yang tersekat-sekat akan mendatangkan ganjaran yang berasingan. Dengan demikian, membaca al-Quran sepatutnya janganlah ditinggalkan.Mulla Ali Qari telah mengeluarkan semula daripada riwayat Tabrani dan Baihaqi bahawa seseorang yang payah untuk menghafal al-Quran tetapi terus juga mempelajarinya di dalam hati akan mendapat dua kali ganda ganjarannya. Begitulah juga seseorang yang ingin untuk menghafalnya tetapi tidak ada kebolehan untuk melakukannya, tetapi tidak berputus asa daripada membacanya akan dikira oleh Allah Yang Maha Kuasa sebagai termasuk di kalangan para hafiz (huffaz) di hari Kebangkitan semula kelak.

Saudara ku semua...

Marilah...jangan buang masa untuk kita mempelajari dan membaca al-Quran. Sangat rugi kiranya kita membiarkan kejahilan kita tentang al-Quran berterusan. Sampai bila?....Sampai malaikat Izrail datang?....Jangan...kelak sesal tiada gunanya...

"Ya Allah....Rahmatilah kami dengan al-Quran, jadikanlah al-Quran dan Hadis Rasul Mu sebagai petunjuk dan panduan untuk kami agar kami tidak akan sesat selama-lamanya....Amin "

Sabtu, 15 September 2007

Adab-adab Shaum Ramadan

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Oleh Ustadz Abu Rasyid

1. Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab ra. telah bersabda Rasulullah saw: Apabila malam sudah tiba dari arah sini dan siang telah pergi dari arah sini, sedang matahari sudah terbenam, maka orang yang shaum boleh berbuka. (H.R : Al-Bukhari dan Muslim)

2. Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad: Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda: Manusia (ummat Islam ) masih dalam keadaan baik selama mentakjilkan (menyegerakan) berbuka. (H.R : Al-Bukhari dan Muslim )

3. Diriwayatakan dari Anas ra., ia berkata: Rasulullah saw berbuka dengan makan beberapa ruthaab ( kurma basah ) sebelum solat, kalau tidak ada maka dengan kurma kering, kalau tidak ada maka dengan meneguk air beberapa teguk. (H.R : Abu Daud dan Al-Hakim)

4. Diriwayatkan dari Salman bin Amir, bahwa sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: Apabila salah seorang di antara kamu shaum hendaklah berbuka dengan kurma, bila tidak ada kurma hendaklah dengan air, sesungguhnya air itu bersih. (H.R : Ahmad dan At-Tirmidzi)

5. Diriwayatkan dari Ibnu Umar : Adalah Nabi saw. selesai berbuka Beliau berdo'a (ertinya) telah pergi rasa haus dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap ada Insya Allah. (H.R : Ad-Daaruquthni dan Abu Daud hadith hasan)

6. Diriwayatkan dari Anas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila makan malam telah disediakan, maka mulailah makan sebelum solat Maghrib, janganlah mendahulukan solat daripada makan malam itu (yang sudah terhidang). (H.R : Al-Bukhari dan Muslim)

7. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra: Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda : Makan sahurlah kalian kerana sesungguhnya makan sahur itu berkah. (H.R : Al-Bukhari )

8. Diriwayatkan dari Al-Miqdam bin Ma'di Yaqrib, dari Nabi saw. bersabda : Hendaklah kamu semua makan sahur, kerana sahur adalah makanan yang penuh berkah. (H.R : An-Nasa'i)

9. Diriwayatkan dari Zaid bin Tsabit berkata : Kami bersahur bersama Rasulullah saw. kemudian kami bangkit untuk menunaikan solat (Subuh). saya berkata : Berapa saat jarak antara keduanya (antara waktu sahur dan waktu Subuh)? Ia berkata : Selama orang membaca lima puluh ayat. (H.R : Al-Bukhari dan Muslim)

10. Diriwayatkan dari Amru bin Maimun, ia berkata : Adalah para sahabat Muhammad saw. adalah orang yang paling menyegerakan berbuka dan melambatkan makan sahur. (H.R : Al-Baihaqi)

11. Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila salah seorang di antara kamu mendengar azan dan piring masih di tangannya janganlah diletakkan hendaklah ia menyelesaikan hajatnya (makan/minum sahur) daripadanya. (H.R: Ahmad dan Abu Daud dan Al-Hakim)

12. Diriwayatkan dari Abu Usamah ra. ia berkata : Solat telah di'iqamahkan, sedang segelas minuman masih di tangan Umar ra. Beliau bertanya : Apakah ini boleh saya minum wahai Rasulullah? Beliau menjawab : ya, lalu ia meminumnya. ( H.R Ibnu Jarir )

13. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata : Adalah Rasulullah saw. orang yang paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya, dan Jibril menemuinya pada setiap malam pada bulan Ramadhan untuk mentadaruskan beliau saw. al-Qur'an dan benar-benar Rasulullah saw. lebih dermawan tentang kebajikan( cepat berbuat kebaikan ) daripada angin yang dikirim. (HR Al-Bukhari )

14. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata : Adalah Rasulullah saw. menggalakkan qiyamullail ( solat malam ) di bulan Ramadhan tanpa memerintahkan secara wajib, maka beliau bersabda : Barang siapa yang solat malam di bulan Ramadhan kerana beriman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni baginya dosanya yang telah lalu. ( H.R : Jama'ah )

15. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Nabi saw. apabila memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) beliau benar-benar menghidupkan malam (untuk beribadah) dan membangunkan istrinya (agar beribadah) dengan mengencangkan ikatan sarungnya (tidak mengumpuli istrinya). (H.R: Al-Bukhari dan Muslim)

16. Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata : Adalah Nabi saw. bersungguh-sungguh solat malam pada sepuluh hari terakhir (di bulan Ramadhan) tidak seperti kesungguhannya dalam bulan selainnya. (H.R : Muslim)

17. Diriwayatkan dari Abu salamah din Abdur Rahman, sesungguhnya ia telah bertanya kepada Aisyah ra: Bagaimana solat malamnya Rasulullah saw di bulan Ramadhan? maka ia menjawab : Rasulullah saw tidak pernah solat malam lebih dari sebelas raka'at baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya, caranya : Beliau solat empat raka'at jangan tanya baik dan panjangnya, kemudian solat lagi empat raka'at jangan ditanya baik dan panjangnya, kemudian solat tiga raka’at. (H.R : Al-Bukhari,Muslim dan lainnya)

18. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Adalah Rasulullah saw. apabila bangun solat malam, beliau membuka dengan solat dua raka'at yang ringan, kemudian solat lapan raka'at, kemudian solat witir. (H.R : Muslim)

19. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata : Ada seorang laki-laki berdiri lalu ia berkata : Wahai Rasulullah bagaimana cara solat malam? Maka Rasulullah menjawab : Solat malam itu dua raka'at dua raka'at. Apabila kamu khawatir masuk solat Subuh, maka berwitirlah satu raka'at. (H.R : Jama'ah)

20. Dari Aisyah ra. ia berkata : Sesungguhnya Nabi saw solat di masjid, lalu para sahabat solat sesuai dengan solat beliau (berma’mum di belakang), lalu beliau solat pada malam kedua dan para sahabat berma’mum di belakangnya bertambah banyak, kemudian pada malam yang ketiga atau yang keempat mereka berkumpul, maka Rasulullah saw tidak keluar mengimami mereka. Setelah pagi hari beliau bersabda : Saya telah tahu apa yang kalian perbuat, tidak ada yang menghalangi aku untuk keluar kepada kalian (untuk mengimami solat) melainkan aku khawatir solat malam ini difardukan atas kalian. Ini terjadi pada bulan Ramadhan. (H.R : Al-Bukhari dan Muslim)

21. Dari Ubay bin Ka'ab t. ia berkata : Adalah Rasulullah saw. solat witir dengan membaca : (Sabihisma Rabbikal A'la) dan (Qul ya ayyuhal kafirun) dan (Qulhu wallahu ahad). (H.R : Ahmad, Abu Daud, AnNasa'i dan Ibnu Majah)

22. Diriwayatkan dari Hasan bin Ali ia berkata : Rasulullah saw. telah mengajarkan kepadaku beberapa kata yang aku baca dalam qunut witir : (ertinya ) Ya Allah berilah aku petunjuk beserta orang-orang yang telah engkau beri petunjuk, berilah aku kesihatan yang sempurna beserta orang yang telah engkau beri kesihatan yang sempurna, pimpinlah aku beserta orang yang telah Engkau pimpin, Berkatilah untukku apa yang telah Engkau berikan, peliharalah aku dari apa yang telah Engkau tentukan. Maka sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan dan tiada yang dapat memutuskan atas Engkau, bahwa tidak akan hina siapa saja yang telah Engkau pimpin dan tidak akan mulia siapa saja yang Engkau musuhi. Maha agung Engkau wahai Rabb kami dan Maha Tinggi Engkau. (H.R : Ahmad, Abu Daud, AnNasa'i, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

23. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda : Barang siapa yang solat malam menepati lailatul qadar, maka diampuni dosanya yang telah lalu. (H.R : Jama'ah)

24. Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda : berusahalah untuk mencari lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir. (H.R : Muslim)

25. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata : Dinampakkan dalam mimpi seorang laki-laki bahwa lailatul qadar pada malam kedua puluh tujuh, maka Rasulullah saw. bersabda : Saya pun bermimpi seperti mimpimu, (ditampakkan pada sepuluh malam terakhir, maka carilah ia ( lailatul qadar ) pada malam-malam ganjil. (H.R : Muslim)

26. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Saya berkata kepada Rasulullah saw. Ya Rasulullah, bagaimana pendapat tuan bila saya mengetahui lailatul qadar, apa yang saya harus baca pada malam itu? Beliau bersabda : Bacalah (ertinya) Ya Allah sesungguhnya Engkau maha pemberi ampun, Engkau suka kepada keampunan maka ampunilah daku. (H.R : At-Tirmidzi dan Ahmad)

27. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Adalah Rasulullah saw mengamalkan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan oleh Allah Azza wa Jalla. (H.R : Al-Bukhari dan Muslim)

28. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Adalah Rasulullah saw. apabila hendak beri'tikaf, beliau solat subuh kemudian memasuki tempat i'tikafnya. (H.R :Jama'ah kecuali At-Tirmidzi)

29. Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata : Adalah Rasulullah saw. apabila beri'tikaf , beliau mendekatkan kepalanya kepadaku, maka aku menyisirnya, dan adalah beliau tidak masuk ke rumah kecuali kerana untuk memenuhi hajat manusia (buang air, mandi dll...) (H.R : Al-Bukhari dan Muslim)

30. Allah ta'ala berfirman : (ertinya) Janganlah kalian mencampuri mereka (istri-istri kalian) sedang kalian dalam keadaan i'tikaf dalam masjid. Itulah batas-batas ketentuan Allah, maka jangan di dekati... (Al-Baqarah : 187)

31. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw: Setiap amal anak bani Adam adalah untuknya kecuali shaum, ia adalah untukKu dan Aku yang memberikan pahala dengannya. Dan sesungguhnya shaum itu adalah benteng pertahanan, pada hari ketika kamu shaum janganlah berbuat keji, jangan berteriak-teriak (pertengkaran), apabila seorang memakinya sedang ia shaum maka hendaklah ia katakan : "sesungguhnya saya sedang shaum" . Demi jiwa Muhammad yang ada di tanganNya sungguh bau busuknya mulut orang yang sedang shaum itu lebih wangi disisi Allah pada hari kiamat daripada kasturi. Dan bagi orang yang shaum ada dua kegembiraan, apabila ia berbuka ia gembira dengan bukanya dan apabila ia berjumpa dengan Rabbnya ia gembira kerana shaumnya. (H.R : Al-Bukhari dan Muslim)

32. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata : Sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda : Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan amalan kebohongan, maka tidak ada bagi Allah hajat (untuk menerima) dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya. ( H.R: Jama'ah Kecuali Muslim ) Maksudnya Allah tidak merasa perlu memberi pahala shaumnya.

33. Bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda kepada seorang wanita Anshar yang sering di panggil Ummu Sinan : Apa yang menghalangimu untuk melakukan haji bersama kami? Ia menjawab : Keldai yang ada pada kami yang satu dipakai oleh ayahnya si fulan (suaminya) untuk berhaji bersama anaknya sedang yang lain di pakai untuk memberi minum anak-anak kami. Nabipun bersabda lagi : Umrah di bulan Ramadhan sama dengan mengerjakan haji atau haji bersamaku. (H.R : Muslim)

34. Rasulullah sw. bersabda : Apabila datang bulan Ramadhan kerjakanlah umrah kerana umrah di dalamnya (bulan Ramadhan) setingkat dengan haji. (H.R : Muslim)

KESIMPULAN

Ayat dan hadith-hadith tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa dalam mengamalkan shaum Ramadhan kita perlu melaksanakan adab-adab sbb :

1. Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib. (dalil : 6). Sunnah berbuka adalah sbb : a. Disegerakan yakni sebelum melaksanakan solat Maghrib dengan makanan yang ringan seperti kurma, air saja, setelah itu baru melaksanakan solat. (dalil : 2,3 dan 4) b. Tetapi apabila makan malam sudah dihidangkan, maka terus dimakan, jangan solat dahulu. (dalil : 6) c. Setelah berbuka berdo'a dengan do'a sbb : Ertinya : Telah hilang rasa haus, dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap wujud insya Allah. (dalil : 5)

2. Makan sahur. (dalil : 7 dan 8). Adab-adab sahur: a. Dilambatkan sampai akhir malam mendekati Subuh. (dalil 9 dan 10) b. Apabila pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Subuh, maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah sahur kerana sudah masuk waktu Subuh. (dalil 11 dan 12) * Imsak tidak ada sunnahnya dan tidak pernah diamalkan pada zaman sahabat maupun tabi'in.

3. Lebih bersifat dermawan (banyak memberi, banyak bersedeqah, banyak menolong) dan banyak membaca al-Qur'an (dalil : 13)

4. Menegakkan solat malam / solat Tarawih dengan berjama'ah. Dan solat Tarawih ini lebih digiatkan lagi pada sepuluh malam terakhir (20 hb. sampai akhir Ramadhan). (dalil : 14,15 dan 16). Cara solat Tarawih adalah: a. Dengan berjama'ah. (dalil : 19) b. Tidak lebih dari sebelas raka'at yakni salam tiap dua raka'at dikerjakan empat kali, atau salam tiap empat raka'at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir tiga raka'at. (dalil : 17) c. Dibuka dengan dua raka'at yang ringan. (dalil : 18) d. Bacaan dalam witir : Raka'at pertama : Sabihisma Rabbika. Raka'at kedua : Qul yaa ayyuhal kafirun. Raka'at ketiga : Qulhuwallahu ahad. (dalil : 21) e. Membaca do'a qunut dalam solat witir. (dalil 22)

5. Berusaha menepati lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir, terutama pada malam-malam ganjil. Bila dirasakan menepati lailatul qadar hendaklah lebih giat beribadah dan membaca : Ya Allah Engkaulah Pengampun, suka kepada keampunan maka ampunilah aku. (dalil : 25 dan 26)

6. Mengerjakan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir. (dalil : 27). Cara i'tikaf : a. Setelah solat Subuh lalu masuk ke tempat i'tikaf di masjid. (dalil 28) b. Tidak keluar dari tempat i'tikaf kecuali ada keperluan yang mendesak. (dalil : 29)

c. Tidak mencampuri istri semasa i'tikaf. (dalil : 30)

7. Mengerjakan umrah. (dalil : 33 dan 34)

8. Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran. (dalil : 31 dan 32)

Khamis, 13 September 2007

Selamat Berpuasa

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ingin mengambil kesempatan di sini untuk mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa.

Puasa itu diwajibkan oleh Allah keatas orang-orang yang beriman sepertimana dijelaskan olen Allah di dalam ayat berikut:

"Wahai orang-orang yang beriman! Kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang dahulu daripada kamu, supaya kamu bertakwa." Al Baqarah : 183)

Mari kita lihat ciri-ciri orang-orang yang beriman seperti yang difirmankan oleh Allah pada surat Al-Anfal dan surat Al-Mu’minuun.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman (dengan sempurna) ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal” # “(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka”. (Al-Anfal : 2-3)

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman” # “(yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya” # “dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna” # “dan orang-orang yang menunaikan zakat” # “dan orang-orang yang menjaga kemaluannya” # “kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa” # “Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” # “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya” # “dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya”. (Al-Mu’minuun : 1-9)

Demikianlah, telah ditunjukkan pada kita bagaimana tanda-tanda orang yang sempurna imannya.

Semoga puasa kita tahun ini menjadikan kita orang-orang yang bertakwa. Apakan pula ciri-ciri orang-orang yang bertakwa itu? Ciri-ciri orang bertaqwa dijelaskan oleh Allah sebagai berikut:

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa." (QS. 3:133)

"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan." (QS. 3:134)

"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah - Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengatahui." (QS. 3:135)

Banyak orang-orang yang puasa tetapi tidak mendapat apa-apa kecuali lapar dan dahaga sebagaimana yang dijelaskan berikut:

Rasulullah bersabda: “Betapa banyak orang yang berpuasa, tapi mereka tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga” (HR Ahmad)

Maka latihan puasanya selama sebulan tidak efektif. Kenapa? Dia melakukan puasa karena sudah menjadi budaya. Malu kepada kawan2, keluarga, takut kepada orang tua dan lain-lain.

Maka puasanya menahan diri dari makanan yang halal, mimuman yang halah, hubungan sex dengan isteri/suami yang halal adalah mendapat letih dan penat saja. Latihan berpuasa menahan makan dan mimun tidak berguna. Membazir.

Orang2 ini adalah orang2 yang merugi..

Semoga ibadah puasa yang kita lakukan diterima Allah dan mendapat balasan yang sewajar dengannya seperti janji Allah dalam hadith berikutnya:

"Setiap amal anak Adam (manusia) adalah baginya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu adalah bagi-Ku dan Aku yang akan memberi balasan kepadanya. Puasa itu adalah benteng, Apabila terjadi hari puasa salah seorang dari kamu sekalian, maka janganlah dia berkata keji dan jangan omong keras. Jika salah seorang memakinya atau memeranginya, maka hendaklah dia berkata: "Sesungguhnya aku adalah orang yang berpuasa!". Demi Dzat yang diri Muhammad berada pada kekuasaanNya, sungguh bau busuk mulut orang yang berpuasa adalah lebih harum di sisi Allah dari pada bau harum minyak misik. Bagi orang yang berpuasa itu ada dua kegembiraan yang dapat dia rasakannya: Apabila berbuka, maka dia bergembira, dan apabila dia berjumpa Tuhannya, maka dia bergembira dengan puasanya". (HR. Lima orang ahli hadits).

Akhir kata, semoga Allah mempermudahkan amalan ibadah kita kepadaNya, memberi rahmat dan petunjuk serta memerima ibadah kita disepanjang Ramadhan ini.Amin.

Sabtu, 8 September 2007

Peserta PERISTIWA 2007

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dari pemerhatian saya peserta-peserta yang menyertai PERISTIWA 07 terdiri daripada pelajar-pelajar universiti dan sekolah kerana kemungkinan beasr pihak penganjur mengalakkan atau mentarget penyertaan dari golongan tersebut.

Saya sebagai ibu sepenuh masa yang berperanan membangun sikap atau character generasi akan datang, menyarankan agar akan datang program ini terbuka untuk golongan ibu bapa juga agar dapat membantu dan memberi panduan yang efektif kepada mereka.

Setelah beberapa bulan menjadi pembaca setia blog saifulislam.com saya dikejutkan dengan entry bahawa program PERISTIWA 07 akan berlansung di Perth. Dengan semangat yang membara untuk menyertai program ini saya bertanya kepada pihak penganjur untuk menyertainya. Alhamdulillah, saya dibenarkan dan berasa sangat bertuah menyertainya.

Alhamdulillah, walaupun saya bukan tergolong daripada golongan pelajar tetapi masih diberi kesempatan untuk menyertai program tersebut. Dimana ada kemahuan, disitu ada jalan.

Isnin, 3 September 2007

Nyanyian Serambi Ramli Sarip

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Keluar pagi balik petang
Adakala sampai malam
Cari rezeki bawa pulang
Buat orang yang tersayang
ooo bersabarlah


Wajahmu dimana mana
Senyum kasih mesra kasih
Cinta murni kan bersemi
Bersama ketulusan budi
ooo bersemilah



[Bridge]

Lama kucarik rahsia kaseh
Rindu kaseh untuk berkaseh
Senang senang duduk di serambi
Senandung lagu puisi
Zikir zaman nyanyian zaman



[Chorus]

Andai kasturi hilang harum
Mawar tak berkuntum
Cinta tak bersambung
Biar emas setinggi gunung
Kan ku peluk rimbun ampun
Rahmat yang Maha Agung

Terima Kasih PERISTIWA 07

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Walaupun secara pribadi saya telah mengucapkan terima kasih kepada ustaz Hasrizal, selali lagi ingin saya ucapkan ribuan terima kasih kerana telah mengorbankan masa bersama keluarga ustaz sebaliknya untuk bersama kami di Perth.

Alhamdulillah, saya bersyukur kepada Allah kerana akhirnya dapat mendengar 7 Habits of Highly Effective Mukmin dari Ustaz sendiri. Pengalaman menghadiri program ini menggalakkan saya untuk menukar sikap supaya lebih effective membangun diri saya sendiri seterusnya keluarga dan masyarakat. Saya memanjatkan do’a agar Allah akan menetapkan hati saya supaya kembali semula kepada fitrah asal untuk ke destinasi yang ingin dituju, iaitu Syurga.

Saya sangat terharu mendengar do’a yang dibaca oleh ustaz selesai solat dzuhur semalam. Cara Ustaz menterjemahkannya dari Bahasa Arab ke Bahasa Malaysia sangat memberi kesan dalam hati saya. Du’a yang penuh bermakna mencakupi semua point2 yang ustasz sampaikan dalam program ini. Boleh tak ustaz mengirimkan do’a-do’a tersebut dikeluaran akan datang.

Masha Allah, program yang sangat istimewa dan patut dihadiri oleh semua orang yang ingin membuat perubahan di dunia ini. Peristiwa 07 akan menjadi ‘turning point’ dalam kehidupan saya.

Semoga Allah membalas jasa Ustaz dan pihak penganjur program ini terutama kakak-kakak yang memastikan kita mendapat hidangan yang menyelerakan. Teringat waktu makan besama-sama dalam dulang.

Sehingga berjumpa lagi kalau tidak di dunia ini, disyurga nanti.

Selasa, 28 Ogos 2007

Jgn Pisahkan Anak2 dgn Ilmu Akidah

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jangan pisahkan anak dengan ilmu akidah

Sebagai ibu bapa moden masa kini, pastinya anda bijak dan tahu tentang
peranan asas ibu bapa, namun pendidikan akidah perlu dilakukan dengan
pendekatan yang tidak formal bagi memastikan anak-anak dapat menghayati
sepenuh jiwa raga tanpa paksaan atau takutkan kepada ibu bapa itu sendiri.
Beberapa peranan yang boleh dimainkan oleh ibu bapa dalam mendidik akidah
anak-anak, antaranya sebagai ikutan atau role model, sebagai pendidik,
sebagai pendorong dan sebagai penyampai maklumat atau ilmu.

Ibu bapa sebagai role model

Ibu bapa merupakan role model yang paling berkesan untuk anak-anak.
Segala apa yang mereka lakukan akan dilihat dan diikuti oleh anak-anak.
Oleh itu, setiap ibu bapa hendaklah menunjukkan contoh yang terbaik dari
segi akidah mereka terlebih dahulu. Ibu bapa yang tidak mementingkan
persoalan ini boleh menjadikan anak-anak hilang pedoman. Merekalah yang
akan menentukan arah mana yang akan menjadi ikutan anak-anak.

Pendidik tidak formal

Selain menjadi role model bagi membentuk akidah, ibu bapa juga bertindak
sebagai pendidik secara tidak formal. Pendekatan secara nyata dan tersurat
boleh digunakan dalam pendidikan akidah. Misalnya, memperkenalkan
cerita-cerita para Rasul dan orang-orang soleh untuk kanak-kanak. Begitu
juga dengan cara mendedahkan anak-anak kepada al-Quran atau tulisan jawi.
Dengan ini pegangan agama dan akidah tersemat erat dalam diri kanak-kanak.
Mereka boleh menghubungkan segala aspek kehidupan dengan pegangan akidah.

Pendorong anak-anak

Ibu bapa juga boleh bertindak sebagai pendorong kepada anak-anak. Mereka
boleh menguatkan pegangan akidah dengan menyediakan segala kemudahan
pembelajaran. Begitu juga mereka boleh menjawab persoalan yang dikemukakan
oleh anak-anak dengan mewujudkan suasana mesra di dalam rumah. Ibu bapa
juga merupakan penghalang utama kepada pengaruh negatif yang mungkin
menyerang kanak-kanak daripada pelbagai sudut seperti bahan bacaan, hiburan
dan keadaan sekeliling.

Di samping itu, ibu bapa bertindak sebagai penyampai maklumat atau ilmu.
Ini kerana, ibu bapa merupakan orang pertama yang dikenali oleh
kanak-kanak. Mereka hendaklah menyampai maklumat sepenuhnya tentang Islam
terutama berkenaan akidah keimanan dan tatacara kehidupan seorang Muslim.

Jika mereka gagal menyampaikan ilmu, nasib anak-anak akan terbiar. Mereka
menjadi jahil kerana sikap ibu bapa yang tidak mengambil peduli pada
penyampaian ilmu. Ini penting kerana ilmu berkaitan akidah dan sebagainya
dipindahkan menerusi cara perkhabaran, terutamanya pada peringkat
kanak-kanak.

Pendidikan kolektif

Kanak-kanak juga perlu mendapat pendidikan secara kolektif di rumah.
Antaranya solat berjemaah, membaca al-Quran, makan bersama, lawatan ke
tempat-tempat bersejarah yang ada hubungan dengan Islam, perbincangan atau
sambutan hari kebesaran Islam. Salah satu amalan yang boleh dilakukan oleh
pihak keluarga dan sekolah untuk kanak-kanak adalah solat jemaah.

Setiap hari, pihak sekolah misalnya menyediakan suatu waktu supaya
murid-murid dapat melaksanakan amalan solat secara jemaah dengan bapa
sebagai imam. Dengan adanya amalan sedemikian, ia dapat menguatkan pegangan
akidah kanak-kanak. Amalan solat kemudiannya akan menjadi sebati dalam diri
mereka.

Membaca al-Quran

Selain itu, pihak ibu bapa dan sekolah juga perlu memperuntukkan masa
untuk mengajar al-Quran kepada kanak-kanak. Di rumah, ibu ataupun bapa
boleh mengajar anak-anak dengan al-Quran. Ia boleh dimulakan dengan
mengajar buku Iqra' atau lain-lain buku permulaan bagi membolehkan
kanak-kanak mengenal dan kemudiannya dapat membaca al-Quran dengan lancar.

Setelah itu, mempelajari al-Quran bukan hanya terhad kepada pembacaan
semata-mata, tetapi perlu menjurus kepada pemahaman dan pengamalan
kandungannya. Pendedahan awal kepada bahasa Arab memudahkan usaha memahami
al-Quran. Dengan itu, pihak sekolah perlu berusaha supaya pendidikan bahasa
Arab diperkenalkan kepada semua murid beragama Islam.

Makan bersama

Anak-anak juga perlu dididik dengan amalan makan bersama ahli-ahli
keluarga. Di samping menikmati hidangan bersama, ibu bapa boleh menggunakan
kesempatan memberi nasihat sambil berbual-bual. Antara perkara yang boleh
dijelaskan adalah ilmu berkaitan halal haram sesuatu makanan dan minuman.
Ibu bapa boleh menjelaskan sebab-sebab ia diharamkan.

Di samping hari-hari biasa, para ibu bapa juga boleh mengambil kesempatan
pada waktu berbuka puasa ketika Ramadan. Ini adalah peluang yang baik
memberi nasihat dan sebagainya. Ini kerana semua ahli keluarga berkumpul
untuk menanti waktu berbuka dan menikmati hidangan bersama.

Dalam sejarah dakwah Rasulullah, baginda pernah menjemput kaum keluarga
baginda bagi menyampaikan seruan Islam. Oleh itu, masa makan sepatutnya
digunakan sebaik-baiknya untuk menanam ajaran Islam terutama akidah dan
nilai-nilai murni.

Lawatan ke tempat bersejarah

Satu lagi aktiviti yang boleh dijalankan oleh ibu bapa ialah lawatan ke
tempat bersejarah. Hal ini bertepatan dengan ajaran al-Quran yang
menganjurkan umatnya mengembara ke merata tempat bagi mengambil pengajaran
dan menambah pengalaman hidup.

Anak-anak tidak sepatutnya dibiarkan terperap di dalam rumah sehingga
membantutkan akal dan pemikiran mereka. Kata orang, banyak berjalan banyak
pengalaman. Oleh kerana lawatan sebegini memerlukan perbelanjaan dan juga
masa, ia perlu dirancang terlebih awal begitu juga dengan pengisiannya.

Berbincanglah

Ibu bapa perlu memperuntukkan masa untuk berbincang dengan anak-anak dan
berusaha mewujudkan suasana perbincangan dalam keluarga. Pendekatan
sebegini akan memudahkan kanak-kanak meluahkan masalah yang mereka hadapi.

Sambutan hari besar

Meraikan sambutan hari-hari penting dalam kalendar Islam seperti Hari
Raya Puasa atau Hari Raya Korban, permulaan puasa bulan Ramadan, tahun baru
Hijrah, Maulidur Rasul dan sebagainya boleh mengeratkan hubungan anak-anak
dengan Islam. Ia juga boleh membentuk jati diri anak-anak apabila kuatnya
tautan mereka dengan ajaran agama.

Sabtu, 18 Ogos 2007

Rebutlah Pangkat Isteri Solehah

Bismillahir Rahmanir Rahim
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Allah swt Maha Pemurah dan Penyayang ke atas hamba-hambanya. Bagi kaum wanita ada 4 tiket untuk mereka masuk ke syurga, iaitu apabila mereka berjaya menjaga sembahyang fardhu, puasanya di bulan Ramadhan, ketaaatan kepada suami dan kehormatannya. Melalui empat perkara ini juga menyebabkan seseorang wanita itu boleh mencapai taraf solehah dan bertaqwa.

Begitu Penyayangnya Allah kepada insan yang bergelar wanita. Tetapi cuba kita renungkan kembali sejauh manakah kita telah berjaya meraih keempat-empat perkara ini dengan sebaik-baiknya. Sembahyang fardhu kebanyakannya tidak khusyuk. Semasa bersembahyang sahaja aurat ditutup tetapi selepas itu kita kembali dengan pakaian yang mendedahkan aurat. Puasa kita sekadar menahan lapar dan dahaga tetapi mulut masih mengumpat. Ketaatan kepada suami dibuat sambil lewa malah suami kadangkala dijadikan seperti lembu yang diikat hidungnya dengan tali (disuruh membuat itu dan ini). Ada yang menjadi pelacur dan menjual maruahnya untuk mendapatkan wang.

Sepatutnya kita kena banyak menangisi diri yang gagal menunaikan amanah Allah itu. Rasulullah selepas di Isyrak Mikrajkan, baginda tidak henti-henti menangis kerana terlalu amat sedih dan sentiasa berdoa kepada Allah swt supaya kaum wanita dan umat-umat yang disayanginya diselamatkan dari azab api neraka. Bayangkanlah, baginda saksikan bahawa di dalam neraka itu 75% adalah terdiri dari kaum Hawa. Badan-badan kita akan disambar oleh api neraka dan terbakar rentung dan akan diperbaharui lagi daging-daging tubuh lalu dibakar lagi hingga mengikut sebanyak mana dosa yang telah kita lakukan itu. Beruntunglah bagi mereka-mereka yang beramal soleh. Wanita-wanita yang solehah akan disambut oleh 'wildan-wildan'nya (suami) diiringi dan serta diperelokkan kedudukannya di dalam syurga.

Bila diceritakan mengenai peribadi wanita bertaqwa dan solehah pastilah mereka-mereka ini mendapat pendidikan agama yang secukupnya. Bila ilmu telah dipelajari lantas terus diamalkannya. Maka jadilah mereka insan-insan yang terdidik untuk mentaati segala perintah Allah dan menjauhkan segala larangannya. Orang-orang yang banyak menangis kerana takutkan neraka Allah. Orang-orang yang sanggup berkorban apa saja demi kepentingan hari akhirat. Orang-orang yang sanggup hidup susah dengan berbagai ujian dan rintangan; tidak putus asa serta selalu ingat mati demi rindunya mereka untuk melihat wajah Allah swt dan Rasulullah.

Rebutlah pangkat wanita solehah yang bertaqwa kerana ianya tidak dapat dijual beli dengan dunia ini. Malahan tarafnya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan apa jua pangkat nilaian di dunia ini. Semua kemegahan-kemegahan dunia ini tidak kekal lama dan biasanya kalau seseorang itu telah pencen ia akan kesepian dan dilupakan.

Seorang isteri yang solehah, dia akan melayani suaminya begitu baik sekali sebab itu merupakan tuntutan yang telah diwajibkan ke atasnya untuk dilaksanakan setelah diikat dengan ikatan ijab dan kabul. Inilah perbezaannya taraf seorang isteri dengan seorang pelacur di mana dia juga memberikan layanan yang baik kepada pelanggannya. Tetapi layanannya itu atas dasar untuk mendapatkan wang. Manakala seorang isteri yang solehah setiap perkara yang dilakukan semata-mata untuk mentaati Allah, demi untuk mendapat keredhaan-Nya.

Bila suami berhajat, hendaklah segera mendapatkannya dan tinggalkan kerja-kerja yang sedang dilakukan. Hiasilah diri dengan pakaian yang menarik, bersolek dan memakai bau-bauan. Jangan bimbangkan anak-anak yang menangis ketika itu kerana para malaikat sentiasa menjaga mereka sehingga kita selesai menunaikan amanah Allah terhadap suami kita dan mereka mendoakan semoga kita dikurniakan zuriat yang soleh dan solehah. Generasi yang bakal mengamankan dunia!

Ramai juga kaum wanita hari ini berjaya melayani suaminya dengan baik tapi bila saja suami sebut hendak kahwin seorang lagi dia mula tarik muka empat belas, hempas itu, hempas ini malah boleh jadi perang besar. inilah yang dinamakan cinta nafsu. Dia mahu dia seorang sahaja menguasai kasih sayang suami. Padanya bermadu itu suatu yang hina dan tidak mengapa kalau si suami memiliki perempuan simpanan walau sebanyak manapun.

Seorang isteri yang bertaqwa, dia tidak peduli samada hidupnya terpaksa bermadu dua, tiga atau empat sekalipun sebab itu bukan urusannya malah sebuah ketentuan dari Tuhan untuk menguji sejauh mana keikhlasannya melayani suami. Dia tidak akan ambil kisah sekiranya suaminya mengecilkan hatinya malah di hati kecilnya akan sering berkata, "Ini tugas aku dengan Allah, aku mesti laksanakan". Akhirnya tidak timbul perkelahian bila bermadu bila setiap isteri telah faham dengan kedudukannya.

Hanya isteri solehah saja yang gembira bila dimadukan sebab suaminya telah menyelamatkan seorang lagi hamba Allah bila dikahwinkan. Bila seseorang itu telah berkahwin, InsyaAllah sembahyangnya akan lebih khusyuk kerana sebagagian dari agamanya telah diselamatkan. Di samping itu berkahwin juga boleh melembutkan hati dan menenangkan fikiran.

Untuk mencapai makam isteri yang solehah dan bertaqwa bukanlah semudah yang diucapkan. Kita mesti berusaha untuk mengikis sebanyak mungkin mazmumah yang terdapat dalam diri dan selalu berharap kepada Allah supaya dimasukkan sifat-sifat mahmudah dan dibantu ketika sedang bermujahadah di dalam menghadapi berbagai ujian.

Pecahkan hati dengan banyak menangis, bukan menangis kerana sayangkan harta dunia, takut dimadu dan sebagainya tetapi menangislah kerana takutkan azab Allah yang sangat pedih dan selalulah berindu-rindu untuk melihat wajah Allah. Sesiapa yang merindui Allah, Allah juga akan merinduinya dan Rasullah akan memberi syafaat kepada sesiapa yang merinduinya dan mereka akan bersama-samanya di dalam syurga kelak.

Banyakkan berselawat kepada baginda. Hanya baginda saja yang diberi keistimewaan untuk mengenali umat-umatnya sedangkan nabi-nabi lain gagal berbuat demikian. Berkat umat-umatnya yang bersungguh-sungguh menjaga tujuh anggota lahirnya (mata, telinga, perut, kemaluan, mulut, kaki dan tangan) dari berbuat maksiat dan mengamalkan sungguh-sungguh lima hukum (wajib, sunat, makruh, halal dan haram) yang telah Allah tetapkan. Hanya mereka-mereka ini sajalah yang akan bercahaya-cahaya di Padang Mahsyar kelak dan dipimpin oleh Rasulullah untuk menuju ke syurga.

Design by Dzelque Blogger Templates 2007-2008